
BANDA ACEH – Gerakan Anti Korupsi Aceh mendesak aparat penegak hukum menindaklanjuti dugaan tindak pidana korupsi pada program pengadaan pengembangan kawasan budidaya ayam ras petelur di Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh.
Mereka juga mendesak instansi itu untuk membuka kembali pemeriksaan terhadap dugaan korupsi pengadaan pembangunan kapal boat perikanan 40 GT di Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh.
“Kedua program tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Aceh tahun anggaran 2013. Kami minta kepada aparat penegak hukum untuk kembali membuka kasus ini dan mengusutnya,” kata Kepala Divisi Advokasi Gerak Aceh, Hayatuddin Tanjung, Selasa (4/10).
Data ini, kata Hayatuddin, berasal dari hasil pengawasan internal Inspektorat Aceh terhadap dana pemberdayaan ekonomi rakyat 2013. Program ini ditujukan untuk memberdayakan ekonomi bekas anggota Gerakan Aceh Merdeka.
Program itu terbagi dalam dua kegiatan, yakni kegiatan pembangunan pabrik pakan ayam Rp 5,7 miliar dan pembelian ayam petelur dengan dana sebesar Rp 29,1 miliar. Menurut Hayatuddin, hasil pemeriksaan Inspektorat Aceh menemukan kegiatan ini tidak dilaksanakan sesuai laporan yang disajikan oleh Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA).
Dalam pengadaan ayam petelur, misalnya, Inspektorat mencatat jumlah ayam yang dibeli hanya 2.500 ekor dari yang seharusnya dibelanjakan mencapai 100.000 ekor. Pabrik ayam petelur itu juga tak lagi beroperasi karena pengelola tak sanggup memenuhi kebutuhan pakan ternak. Dari kedua kegiatan tersebut, kata Hayatuddin, negara diperkirakan merugi sebesar Rp 35 miliar.
Kejanggalan juga ditemukan pada program pengadaan boat bantuan. Dinas terkait menganggarkan biaya pembuatan kapal per unit sebesar Rp 2,4 miliar. Namun saat dicek pada 31 Desember 2013, kapal yang selesai dibuat dan berfungsi hanya 25 unit. 15 unit lainnya tak tuntas dikerjakan. Kapal-kapal ini juga mangkrak selama setahun karena hingga akhir Desember 2013. Alat tangkap untuk kapal ini dibeli setahun kemudian.
Anggaran membuat boat ini berasal dari Dana Otonomi Khusus sebesar Rp 136,2 miliar. Namun saat diperiksa oleh inspektorat, kapal itu disalurkan tidak sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Aceh/NPHA tentang penerima manfaat.
Inspektorat juga mendapati kapal-kapal itu dibuat asal jadi dengan bahan tidak berkualitas. Bahkan, tambah Hayatuddin, satu unit kapal yang disalurkan ke wilayah Aceh Selatan tenggelam pada Juli 2015. “Umumnya kapal dioperasikan toke bangku. Namun sejumlah penerima tidak memiliki pengalaman mengoperasikan kapal.”
GeRAK Aceh melaporkan kasus tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut mereka, hasil audit yang dilakukan oleh inspektorat memenuhi unsur dugaan korupsi. Laporan ini diserahkan kepada komisioner komisi antirasuah itu, Basaria Pandjaitan, di Banda Aceh, awal Juli lalu.