GeRAK Desak Dua Izin Tambang di Aceh Barat Dicabut

BANDA ACEH – Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh mendesak Pemerintah Aceh untuk segera mencabut dua Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang melakukan operasi di Kabupaten Aceh Barat. Dua perusahaan tersebut yakni PT. Prima Bara Mahadana (PT. PBM), dan PT. Bara Adhipratama (PT. BA). Bahkan kedua perusahaan ini sudah mengantongi izin Operasi Produksi Batubara.

“Kami punya alasan yang cukup untuk mendesak pencabutan dua izin tambang tersebut,” kata Kepala Divisi Kebijakan Publik GeRAK Aceh Fernan dalam kegiatan serial diskusi review izin tambang, Kamis (6/10).

Alasan pertama kata Fernan, dari hasil review izin yang dilakukan kedua perusahaan tersebut walaupun berstatus operasi produksi namun diduga keduanya belum menyampaikan rencana reklamasi dan pasca tambang beserta jaminannya. Padahal ini jelas melanggar UU Minerba serta PP 78 tahun 2010 tentang reklamasi dan pasca tambang. Sanksi dari pelanggaran ini dapat dilakukan pencabutan IUP.

Kedua, jelas Fernan, PT. BA tidak memenuhi syarat pemenuhan IUP karena diduga tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Data dari Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan, surat nomor: S.702/VII-PKH/2014 menyebutkan bahwa seluas 109,2 Ha dari WIUP berada dalam kawasan lindung.

“Dugaan lain kami temukan adalah ketidakpatuhan kedua perusahaan dalam melaksanakan kewajiban seperti tidak menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), serta Rencana Kerja Tahunan Teknis dan Lingkungan (RKKTL) selama lima tahun terakhir. Ditambah lagi belum menyerahkan laporan triwulan dan tahunan,” ungkapnya.

Menurutnya potensi kerugian negara dari kedua perusahaan ini karena tidak membayar membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), setiap tahun yakni 2015 saja, terdapat tunggakan PT. BA sebesar Rp 211 juta, dan PT. PBM Rp 267 juta.

“Hasil analisi dokumen yang ada menyebutkan bahwa kedua perusahaan tersebut dimiliki oleh orang yang sama. Lucunya walaupun telah mengantongi IUP Operasi Produksi, namun tidak pernah melakukan kegiatan selayaknya perusahaan tambang sejak tahun 2012, itu artinya sudah vakum selama lima tahun,” jelasnya.

Selain itu, kata Fernan, GeRAK Aceh meminta agar Sekretaris Daerah Aceh untuk turut proaktif terhadao kebijakan strategis, seperti turunan dari UU Pemda yang baru, jangan sampai menimbulkan dilema yang berkepanjangan.

“Kenapa kami meminta Sekda Aceh lebih proaktif, karena berdasarkan hasil monitoring GeRAK mencatat bahwa kinerja sekda sekarang jauh lebih buruk dari sebelumnya,” tegasya.