Irwandi Diharap Kunjungi Manggamat

Irwandi Diharap Kunjungi Manggamat

* Cari Solusi Kerusakan Lingkungan

BANDA ACEH – Pemerintahan baru di bawah pimpinan Irwandi Yusuf diharapkan memberi respons yang lebih baik terhadap kasus kerusakan lingkungan yang terjadi di kawasan Manggamat, Kecamatan Kluet Tengah, Aceh Selatan. Harapan ini disampaikan peserta diskusi ‘Tumpang Tindih Izin Tambang’ yang digelar GeRAK Aceh, PPMN/JARING, dan Harian Serambi Indonesia di Hotel The Pade, Banda Aceh, Rabu (12/7).

“GeRAK Aceh berharap Irwandi Yusuf yang selama ini terkenal konsen dengan upaya pelestarian lingkungan untuk turun melihat langsung kondisi Manggamat dan sekitarnya, sehingga ada solusi segera,” kata Kepala Divisi Advokasi GeRAK Aceh Hayatuddin.

Selain Hayatuddin, diskusi ini menghadirkan sejumlah pemateri, yakni Zulhasridsyah dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh, Said Faisal dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, dan Said Kamaruzzaman Al-Bakbud dari Harian Serambi Indonesia. Diskusi ini juga menghadirkan beberapa warga Manggamat dan Paguyuban mereka yang ada di Banda Aceh.

Dimediatori TM Zulfikar, diskusi berlangsung hangat dan mendapat respons serius dari peserta. Warga ManggamatSutrisno meminta pemerintah tidak diam saja. “Jangan dengar-dengar saja laporan dari bawahan. Bapak-bapak harus turun ke sana,” kata Sutrisno denga suara bergetar.

Sedangkan Ketua Ombudsman Aceh Taqwaddin yang juga ikut hadir berharap pemerintah membentuk tim untuk memastikan apa penyebab kerusakan lingkungan tersebut, apakah karena kehadiran perusahaan tersebut yang kini tidak aktif atau akibat Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang saat ini marak.

Sedangkan Koordinator GeRAK Aceh Askhalani juga menyoroti pendapatan dari hasil tambang yang diperoleh negara dan tak sebanding dengan tingkat kerusakan lingkungan. “GeRAK sudah menganalisis, jumlah penerimaan dari pendapatan tambang di Aceh Selatan, tak akan cukup untuk merecovery kerusakan lingkungah yang ditimbulkan,” kata Askhalani yang ikut mempresentasi bersama Hayatuddin.

Sedangkan Said Kamaruzzaman banyak memaparkan data dan fakta kerusakan lingkungan di kawasan Manggamat berdasarkan hasil observasi yang dilakukannya dua bulan silam. Selain meminta izin perusahaan tambang dicabut, warga setempat berharap pemerintah menyetop tambang ilegal. Dan yang sangat krusial, warga berharap sungai yang penuh sedimentasi sepanjang 8 kilometer segera dikerok dan dibuat tanggul pengaman. Narasumber dari ESDM Aceh maupun DLHK Aceh memastikan izin yang telah dikeluarkan untuk sejumlah perusahaan di kawasan Manggamat sah secara hukum.

Menurut laporan warga, bencana banjir mulai kerap datang setelah beberapa perusahaan tambang beroperasi di kawasan itu. PT Multi Mineral Utama (MMU) misalnya, diberikan izin mengeksploitasi bijih emas beserta mineral pengikutnya yang berlokasi persis di atas Krueng Kluet dengan luas areal 1.000 hektare. Izin Usaha Produksi sampai 7 September 2027. Nah, di lokasi yang sama, ada pula PT BMU yang menambang bijih besi. Izin untuk operasional PT BMU kemudian dikeluarkan oleh Bupati Aceh Selatan Husin Yusuf pada 24 Januari 2012 selama 20 tahun atau sampai 14 Januari 2032. Pada Juni 2016 lalu, Gubernur Aceh kembali mengeluarkan izin di lokasi yang sama untuk PT. Islan Gencana Utama. Tumpang izin inilah yang mendapat sorotan, karena sangat berpotensi merusak lingkungan. Namun, Zulhasridsyah dari DLHK dalam presentasinya Rabu kemarin membantah PT Islan berada di lokasi yang sama dengan dua perusahaan lain.

Perusahaan lainnya yang diberi izin mengeruk hasil bumi di Aceh Selatan, antara lain Pinang Sejati Utama, KSU Tiga Manggis, Pinang Sejati Wati. Menariknya, menurut penelusuran Serambi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Aceh Selatan dari sektor tambang sepanjang tahun 2011-2013 hanya belasan miliar. Kepala BPKD Aceh Selatan Diva Samudra Putra SE MM saat ditanyai Serambi, Senin lalu mengatakan, PAD terakhir yang didapat Aceh Selatan dari sektor tambang tahun 2013. Golden share dari 2011 sampai 2013 Rp 13,79 M dan dari biaya sewa tanah Pemkab sebesar Rp 3,12 miliar,” kata Diva Samudra.(tz/sak)

Sumber : Serambi Indonesia