GeRAK Surati KPK-RI Minta Supervisi Kasus Korupsi Jalan Proyek Peningkatan Muara Situlen-Gelombang

Askhalani, Koordinator GeRAK Aceh. | Foto: Ist

KBA.ONE, Banda Aceh – Proyek Peningkatan jalan Muara Situlen – Gelombang diduga erat berbalut korupsi dengan modus operandinya adalah memindahkan lokasi badan jalan atas proyek kelokasi baru secara terpisah – pisah.

Proyek yang bersumber dari APBA dan Dana Otonomi Khusus (DOKA) dianggarkan dalam tahun jamak dimulai tahun 2013 hingga tahun 2020 yang meliputi pembangunan jalan infrastruktur di kabupaten Aceh Tenggara dan Subulussalam, ujar Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani, kepada KBA.ONE, Senin, 16 November 2020, melalui siaran pers.

Askhalani menjelaskan, berdasarkan hasil kajian dan analisa terhadap fakta – fakta dari dokumen perencanaan pembangunan bahwa pekerjaan jalan Muara Situlen – Gelombang dikabupaten Aceh Tenggara dan Subulussalam masuk kedalam kawasan hutan tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), bahkan menurut fakta pekerjaan itu dikerjakan oleh pihak ketiga (subkontrak) dengan tujuan memperoleh fee tanpa jelas melihat batas waktu sesuai yang tertuang dalam kontrak.

Berdasarkan hasil audit pemeriksaan oleh BPK-RI terhadap pembangunan jalan Muara Situlen-Gelombang dengan Nomor : 9.C/LHP/XVIII.BAC/05/2019 tertanggal 20 Mei 2019 atas laporan hasil keuangan APBA Tahun Anggaran 2018, ditemukan adanya fakta dugaan dan kesengajaan dalam pembangunan untuk memperoleh keuntungan secara besar yaitu dengan mengurangi volume atas pekerjaan lapisan pondasi agregat kelas A pada badan jalan.

Pekerjaan peningkatan jalan Muara Situlen-Gelombang ini dilaksanakan oleh PT Putra Aceh Kontruksi, berdasarkan Surat Perjanjian Pelaksaan Pekerjaan Nomor 12-AC/UPTD V/PUPR/APBA/2018 tanggal 16 Agustus 2018 dengan nilai kontrak sebesar Rp.11.687.817.000 dengan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama 120 hari kelender dimulai dari tanggal 16 Agustus hingga 13 Desember 2018.

Bardasarkan fakta, diketahui bahwa pekerjaan ini sudah diserahterimakan berdasarkan BAST Nomor BA.STP/UPTD V/394.d/PUPR/XII/2018 tanggal 13 Desember 2018 dan telah dibayar lunas.

Dalam pelaksanaan kontrak ditemukan adanya fakta dua kali terjadi perubahan atau addendum masing-masing nomor 12.1-AC/UPTD/PUPR/APBA/2018 tanggal 19 Oktober 2018 dan 12.2-AC/UPTD/PUPR/APBA/2018 tanggal 7 Desember 2018 masing-masing menetapkan tambahan kurang volume pekerjaan.

Berdasarkan hasil kajian terhadap bukti dokumen kontrak pekerjaan peningkatan jalan Muara Situlen – Gelombang diketahui bahwa salah satu item pekerjaan adalah pekerjaan perkerasan berbutir, yakni lapis pondasi agregrat kelas A pada ruang jalan Muara Situlen – Gelombang dengan volume sebesar 337,50 m3 dengan harga satuan sebesar Rp 707.211 atau senilai Rp.238.683.712,50.

Pekerjaan lapis pondasi agregrat kelas A tersebut merupakan volume atas pekerjaan badan jalan dengan lebar 4,5 M sepanjang 500 M dengantebal 15 CM atau sebesar 337,50 m3.

Berdasarkan hasil kajian dan temuan dilapangan diketahui bahwa tim BPK-RI bersama dengan PPTK, Pihak konsultan pengawas dan pihak penyedia jasa ditemukan adanya kekurangan volume atas pekerjaan lapis pondasi agregat kelas A pada badan jalan, dan berdasarkan hasil pengujian test spit dilapangan diketahui bahwa pekerjaan lapis pondasi pada badan jalan memiliki tebal rata-rata 7 cm, sehingga terdapat selisih atas perhitungan volume aggregat kelas A sebesar 180,00 m3 (0,08 m x 500 m x 4,5 m) atau senilai Rp127.297.980,00 (180,00 m3 x Rp707.211,00).

Selain itu, berdasarkan hasil fakta lapangan selain ditemukan adanya pelanggaran hukum terhadap pengurangan volume perkerjaan yang berpotensi merugikan keuangan negara, hal lainnya juga ditemukan adanya pekerjaan sub kontrak kepada pihak lain untuk mengerjakan pekerjaan, pengurukan material galian C ilegal dan sama sekali tidak melalui proses administrasi dan adanya potensi pemindahan lokasi jalan yang seharusnya dilakukan pembangunan dari sejak awal tapi kemudian dipindahkan pada objek lain yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan besar karena material galian C yang dipakai adalah galian ilegal yang berada pada jalur dan masuk kawasan hutan lindung atau bentang alam TNGL (Taman nasional gunung leuser).

Berdasarkan fakta-fakta hukum di atas, dapat disimpulkan adanya beberapa hal yang menjadi fokus tentang modus operandi dalam perkara pembangunan jalan-gelombang situlen diantaranya adalah adanya dugaan dan potensi pemindahan titik lokasi jalan yang dilakukan secara terencana dengan melibatkan pejabat tinggi di Kabupaten Aceh Tenggara, dengan tujuan jalan penghubung ini dapat memudahkan mendapat material galian C yang akan dipakai sebagai bahan pembangunan jalan, dan lokasi ini sendiri berada dalam kawasan hutan dan tidak memiliki izin galian (ilegal).

Kemudian, adanya dugaan sub kontrak pekerjaan dari perusahaan pemenang tender kepada pihak ketiga dan lainnya, kegiatan sub kontrak ini dilakukan kepada perusahaan yang diduga memiliki konflik kepentingan dengan pejabat publik di daerah, kepantingan sub kontrak ini berpengaruh pada proses pembangunan jalan dan ini dibuktikan dari hasil temuan audit BPK-RI yang menemukan adanya dugaan korupsi terencana pada pembangunan jalan yaitu dengan mengurangi kualitas dan kuantitas proyek jalan.

Hasil audit BPK-RI menemukan potensi korupsi terencana dan terstruktur yaitu ditemukan adanya kekurangan volume atas pekerjaan lapis pondasi agregat kelas A pada badan jalan, dan berdasarkan hasil pengujian test spit dilapangan diketahui bahwa pekerjaan lapis pondasi pada badan jalan memiliki tebal rata-rata tujuh centimeter, sehingga terdapat selisih atas perhitungan volume aggregat kelas A sebesar 180,00 m3 (0,08 m x 500 m x 4,5 m) atau senilai Rp127.297.980,00 (180,00 m3 x Rp707.211,00).

“Jika merujuk pada hasil audit ini, dapat diduga hal yang sama terjadi pada pembangunan jalan lain di kawasan Aceh Tenggara dan Subulussalam, karena pembagunan jalan ini meliputi wilayah situlen dan gelombang dengan jumlah total anggaran yang dilakukan bervariasi dan dianggarkan setiap tahun oleh Pemerintah Aceh dan bersumber dari dana Otonomi Khusus,” kata Askhalani.

Askhalani juga mengatakan jika dirujuk dari temuan BPK-RI, maka Gerak Aceh menyatakan bahwa mendukung KPK RI untuk dapat melakukan supervisi terhadap penanganan perkara kasus dugaan korupsi peningkatan jalan Muara Situlen Gelombang Aceh Tenggara yang saat ini sedang ditangani dan penanganan oleh di Kejaksaan Tinggi Aceh, tujuan dilakukan supervisi perkara ini tidak hanya menyasar pada pelaku yang melakukan atau menerima sub pekerjaan saja, akan tetapi sangat penting untuk membuka siklus korupsi terencana yang dilakukan apalagi adanya fakta dugaan keterlibatan secara langsung pejabat publik di daerah dalam pengambil keputusan atas pemindahan lokasi jalan.

Kemudian, supervisi atas perkara yang sedang dilakukan proses Penyidikan Hukum oleh Kejaksaan Tinggi Aceh menjadi penting karena secara kedudukan perkara pembangunan jalan Muara-Situlen Gelombang ini adalah pembangunan jalan lintas Kabupaten, dan dari hasil kajian ditemukan adanya potensi perkara ini bukan hanya terjadi pada tahun anggaran 2018 tetapi juga terjadi pada tahun 2019 dan tahun 2020 baik yang dilakukan di wilayah kerja kabupaten Aceh Tenggara maupun terjadi wilayah Kota Subulussalam, serta faktor lain adalah pembangunan jalan ini berpotensi melanggar hukum karena sebagaian besar aspek pelanggaran adalah adanya jalur pembangunan berada di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).

Berdasarkan fakta hukum dan dari hasil audit yang dilakukan oleh BPK-RI ternyata fokus audit tidak dilakukan secara keseluruhan, akan tetapi hanya dilakukan secara acak dan tidak berkesinambungan, dan ini menunjukan bahwa adanya kekeliruan dari fokus audit, sebab BPK-RI sama sekali tidak menyentuh substansi lain yang seharusnya menjadi fokus audit, yaitu keberadaan lintas jalan yang berpotensi merusak bentang alam dan sebagaian besar material untuk pembangunan pekerjaan di lakukan dalam bentang alam TNGL, dan adanya potensi pengunaan bahan bangunan ilegal dan tidak melalui proses legal (galian C) dan oleh karennya KPK-RI perlu melakukan supervisi terhadap perkara dengan tujuan membuka adanya peran dan aktor lain yang menjadi dalang dibalik korupsi terencana pada pembangunan jalan lintas Gelombang Situlen, tutup Askhalani.

 

Sumber : KBA.ONE

https://www.kba.one/news/gerak-surati-kpk-ri-minta-supervisi-kasus-korupsi-jalan-proyek-peningkatan-muara-situlen-gelombang/index.html