BANDA ACEH – Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat, Edy Syah Putra menyesalkan pernyataan CSR & Media Relations Manager PT Mifa Bersaudara, Azizon Nurza yang terkesan asal bunyi.
“Azizon seperti tidak peka terhadap apa yang telah kami sampaikan. Padahal apa yang kami sampaikan adalah laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Barat tahun anggaran 2017 dengan nomor: 17.B/LHP/XVIII.BAC/06/2018 tertanggal 1 Juni 2018 yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Aceh,” kata Edy Syah Putra kepada AJNN, Selasa (7/8).
Sebelumnya, Azizon membantah pernyataan GeRAK Aceh Barat terkait yang menyebut Mifa Bersaudara tidak membayar penuh atau kekurangan pembayaran dana kontirbusi tahun 2015 dan 2016 kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Barat
Edy menjelaskan harusnya Azizon lebih teliti dan cermat atas laporan yang disampaikan pihaknya ke publik dan khususnya Pemerintah Kabupaten Aceh Barat.
Selain hasil LHP yang dikeluarkan oleh BPK perwakilan Provinsi Aceh, ada dokumen lainnya yang ditandatangani oleh Bupati Aceh Barat tertanggal 29 Desember 2015 tentang pemberitahuaan ke-2 pembayaran konstribusi dana tambahan Triwulan II dan III tahun 2015 angkanya mencapai Rp 1,9 miliar.
Bahkan, surat dari Bupati Aceh Barat tahun 2015 juga ditembuskan kepada pimpinan DPRK Aceh Barat, Inspektoran Aceh Barat dan Kepala DPKKD Aceh Barat. Selanjutnya juga ada surat tertanggal 14 April 2016 Nomor: 973/413/DPKKD/IV/2016 temtang kekurangan konstribusi dana tambahan PT. MIFA Bersaudara tahun 2015.
“Jadi, apa yang disampaikan Azizon seperti tidak menghargai surat teguran dari pemerintah daerah tahun 2015-2016 dan juga hasil LHP BPK Provinsi Aceh dan terkesan asal bunyi alias asbun,” tegasnya.
Baca: Mifa Bantah Tak Setor Penuh Dana Kontribusi Tahun 2015 dan 2016
Sebaiknya, kata Edy, Pemkab Aceh Baratharus segera melakukan pemanggilan terhadap PT. Mifa Bersaudara. Pasalnya Azizon menyebut ada kesalahpahaman dalam perhitungan, lantaran terjadinya perbedaan penafsiran pasal dalam MoU atau nota kesepatan bersama.
“Kami mendukung penuh upaya pemerintah daerah untuk kemudian melakukan perhitungan secara bersama-sama berdasarkan Nota Kesepakatan Bersama yang telah ditandatangani pada 22 November 2007,” katanya.
“jadi dengan demikian tidak terjadi kesimpangsiuran, dimana anggaran tersebut jelas menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Aceh Barat dan juga mengakibatkan potensi kerugian daerah dari penjualan batubara yang dilakukan oleh PT. Mifa Bersaudara, baik impor dan ekspor.”
Untuk itu, pihaknya menunggu ketegasan dari Pemkab Aceh Barat untuk bertindak tegas terhadap PT Mifa Bersaudara yang telah melakukan penunggakan pembayaran dari bunga 1 persen berdasarkan Nota Kesepakatan Bersama tersebut.
“Ini juga membuktikan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah melalui dinas yang menangani bidang tersebut lemah sekaligus minim terhadap upaya penegakkan hukum (sanki atas kekurangan pembayaran),” jelasnya.
Seharusnya, lanjut Edy, apabila hingga Agustus 2018 ini belum juga dilakukan sisa pembayaran, maka Pemkab Aceh Barat berani mengambil sikap tegas dari perusahaan yang belum melakukan sisa pembayaran, yaitu pencabutan perizinan apabila masih tidak mau memenuhi kewajibannya tersebut.
“Misalnya perusahaan tidak dapat izin ekspor dan impor kalau belum membayar sisa kekurangan dana sebagaimana surat dari bupati dan juga hasil dari LHP BPK Provinsi Aceh. Kami menunggu sikap keberanian dari pemkab, kami juga mengajak PT Mifa Bersaudara untuk kemudian duduk bersama membuktikan klaim atas bantahan mereka tersebut untuk bersama-sama melakukan perhintungan ulang atas Nota kesepakatan bersama tersebut.” ujarnya.