GeRAK Aceh Barat Desak Pemkab Tegas Terhadap Perusahaan Batu Bara

ACEH BARAT – Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat, meminta pemerintah kabupaten (Pemkab) setempat, untuk tidak main-main terhadap jaminan pemeliharaan jalan dan polis asuransi kecelakaan yang dijanjikan oleh perusahaan tambang, PT Prima Bara Mahadana (PBM) usai memakai jalan umum untuk hauling batu bara.

Koordinator GeRAK Aceh Barat, Edy Syahputra mengatakan, berdasarkan rekam jejak dan dokumen yang ada, aktifitas angkut atau hauling batu bara di Gampong Batujaya SP3, Kecamatan Kaway XVI, yang dilakukan oleh PT Bumi Tambang Indah (BTI). Aktivitas tersebut dikatakan berada dalam kawasan tambang izin usaha pertambangan (IUP) milik PT Prima Bara Mahadana (PBM).

Dalam nota kesepahaman bersama antara Pemkab Aceh Barat dengan PBM tentang kerja sama penyelenggaraan jalan umum Kabupaten untuk kegiatan pengangkutan batu bara, antara pihak pertama Bupati Aceh Barat, Ramli MS dan Dhafi Iskandar mewakili PT PBM sebagai pihak kedua.

“Nah, dalam dokumen tersebut tertulis jaminan pemeliharaan jalan berupa jaminan bank sebesar Rp2 miliar lebih selama enam bulan, dan Rp250 juta untuk polis asuransi, pihak kedua berkewajiban menyimpan jaminan pemeliharaan jalan berupa jaminan bank ke dalam rekening Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Aceh Barat,” ujar Edy kepada AJNN, Selasa (6/12).

Namun, uang jaminan sebesar Rp2 miliar lebih tersebut sebagaimana disebutkan dalam dokumen nota kesepahaman hingga saat ini belum dibayarkan oleh PT PBM selaku pemilik IUP tambang. Padahal penjualan batu bara yang diangkut ke India oleh PT BTI selaku penampung batu bara sudah terjual kepada pihak ketiga.

“Dari informasi yang kami dapatkan, bahwa kapal vessel tersebut berangkat ke India, pada Minggu kedua, Oktober 2022 dan berisikan kurang lebih 30.000 atau 40.000 metrik ton batu bara,” sebut Edy.

Sebab itu, dirinya mempertanyakan sikap pemerintah yang terkesan tak berani terhadap korporat yang jelas tidak memenuhi kesepakatan, sebagaimana yang sudah tertuang dalam nota kesepahaman.

Di sisi lain, GeRAK mempertanyakan pengelolaan pelabuhan Jetty di Gampong Suak Indrapuri, Kecamatan Johan Pahlawan. Akibat aktivitas industri tambang di daerah itu, menyebabkan kerusakan pada bibir pelabuhan, namun kesannya malah dibiarkan begitu saja.

Pelabuhan itu dikelola oleh Perusahaan Daerah (PD) Bakat Beusare, yang kemudian bekerja sama dengan PT BTI untuk aktivitas muat batu bara ke tongkang untuk di pasarkan ke luar negeri.

“GeRAK mempertanyakan komitmen atas pembayaran jasa pelabuhan yang diberikan kepada pihak pertama PT. Pakat Beusare oleh pihak kedua PT BTI,” sebutnya.

Pihaknya mendesak eksekutif yakni Penjabat (Pj) bupati Aceh Barat dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat untuk memanggil pihak agar dimintakan pertanggungjawabannya.

GeRAK menduga, bahwa kewajiban yang sepatutnya dijalankan oleh pihak perusahaan tidak sepenuhnya dijalankan dan perusahaan juga tidak menjaga iklim investasi yang sehat. Bila tidak ada langkah yang kongkrit dari perusahaan untuk melakukan pembayaran, disarankan agar persoalan ini dibawa ke ranah hukum dan kemudian dilaporkan ke pihak terkait dalam hal pengelolaan tambang.

Di antaranya, pihak Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Aceh, Kementerian ESDM dan Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia untuk diberlakukan mekanisme daftar hitam atau blacklist.

“Kami berharap pemerintah daerah jangan terkesan lemah untuk melakukan eksekusi atas perjanjian yang telah ditandatangani,” kata Koordinator GeRAK Aceh Barat.

“Bagaimanapun, ini menjadi sumber pendapatan bagi daerah untuk menagih komitmen sebagaimana disebutkan dalam nota kesepahaman,” tandasnya.

Salinan ini telah tayang di https://www.ajnn.net/news/gerak-aceh-barat-desak-pemkab-tegas-terhadap-perusahaan-batu-bara/index.html?page=2.