BANDA ACEH – Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh mencatat, sebanyak 128 perusahaan tambang di 14 Kabupaten/kota di Aceh yang sebelumnya telah mengantongi izin usaha pertambangan (IUP), sampai saat ini tercatat masih menunggak Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 41 miliar.
Kepala Divisi Advokasi GeRAK Aceh, Hayatuddin Tanjung mengatakan, data tersebut merupakan akumulasi dari jumlah total tunggakan yang dihitung langsung oleh Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Aceh pertanggal 1 september 2016. Fakta dan kondisi seperti ini, Pemerintah Aceh dirugikan oleh perusahaan yang menunggak PNBP.
“Berdasarkan hasil temuan dan kajian GeRAK Aceh, kami menemukan bahwa tunggakan ini adalah bagian hasil kajian yang sebelumnya telah dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dimana per juni 2016 KPK menemukan adanya Rp 24,7 Miliar PNBP yang tidak dibayar oleh perusahaan tambang di Aceh,” kata Hayatuddin Tanjung, Jum’at (23/9).
Hayatuddin menyampaikan, hasil hitungan piutang PNBP terbaru tersebut harus menjadi perhatian serius Pemerintah Aceh untuk segera menagih secepatnya, karena jika upaya penagihan tidak berhasil dilakukan maka Pemerintah Aceh wajib meminta dukungan dari lembaga Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) agar melaporkan kepada aparat penegak hukum, atau meminta tim kordinasi dan supervisi KPK mengambil langkah serta upaya hukum terhadap 128 perusahaan tambang tersebut. Hal itu telah terbukti secara sah melakukan upaya pembangkangan dan tidak bersedia melunasi kewajiban sebagaimana yang diamanahkan oleh Undang-Undang.
Kata Hayatuddin, GeRAK Aceh menilai adanya kelemahan dalam melakukan pengawasan terhadap kewajiban perusahaan pertambangan sehingga tunggakan PNBP ini terjadi. Sebenarnya secara regulasi, seluruh perusahaan yang telah mengantongi izin IUP memiliki kewajiban menyetorkan sesuai yang diamanahkan UU. Baik itu biaya land rent maupun royalty bagi perusahaan sudah operasi produksi.
“Akibat dari tertunggaknya PNBP maka Pemerintah Aceh sangat dirugikan, salah satunya adalah perbaikan kerusakan di sektor lingkungan dan dampak lainnya ditimbulkan, maka untuk mencegah kerugian tersebut pemerintah harus mengevaluasi izin tambang secara berkelanjutan, sehingga tatakelola tambang dapat menjadikan Aceh sejahtera dengan hasil bumi yang sudah dikeruk,” jelas Hayatuddin.
Menurutnya, tagihan piutang PNBP ini penting segera dilakukan Pemerintah Aceh agar perusahaan tidak semerta-merta menguruk hasil Aceh tapi lupa kewajiban yang harus ditaati sesuai aturan pertambangan. Pemerintah Aceh harusnya mengevaluasi keseluruhan perusahaan tambang yang berada di Aceh, jika kemudian ditemukan ada perusahaan yang tidak taat maka harus ada sanksi tegas diberikan.
GeRAK Aceh, lanjut Hayatuddin, juga mendorong Bank Indonesia (BI) untuk dapat melakukan upaya strategis yaitu dengan memblokir seluruh perusahaan yang masuk dalam daftar perusahaaan penunggak pajak (PNBP), kewajiban untuk memasukan perusahaan tersebut dalam daftar perusahaan yang diblokir akibat penunggak pajak serta menolak seluruh perusahaan itu untuk tidak mendapatkan fasilitas kredit di bank.
“Cara ini sangat tepat dilakukan dalam rangka mempercepat pihak perusahaan untuk segera membayar tunggakan yang dengan sengaja dilakukan,” pungkasnya.