BANDA ACEH – Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh melaporkan kasus dugaan maladministrasi yang dilakukan Pemerintah Aceh kepada Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Kamis (26/10).
Laporan tersebut terkait dengan tindak lanjut Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Aceh dan surat penetapan Gubernur Aceh tentang informasi yang dikecualikan.
Baca: Surat Sekda Tak Sesuai Ingub Moratorium Tambang
Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani mengatakan laporan yang serahkan ke Ombudsman ini terkait dugaan adanya maladministrasi atas tindak lanjut evaluasi IUP Aceh oleh Pemerintah Aceh berupa surat rekomendasi dari kepada Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM dengan nomor 545/22651 tertanggal 28 Desember 2016, perihal Daftar IUP yang direkomendasi untuk mendapatkan status Clear and Clean (CnC).
“GeRAK juga melaporkan dan menemukan 27 IUP yang belum ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur Aceh tentang kewajiban pencabutan IUP yang seharusnya diterbitkan oleh Pemerintah Aceh,” kata Askhalani saat melaporkan kasus.
Askhalani menilai hal ini bertentangan dengan aturan hukum dimana terdapat beberapa IUP yang sudah diterbitkan SK Pencabutan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota tetapi kembali diusulkan untuk mendapatkan status CnC.
GeRAK Aceh menemukan ada sepuluh keputusan pencabutan IUP yang telah dicabutkan oleh Bupati/Walikota pada tahun 2016. Dimana hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Baca: Keputusan Gubernur tentang Informasi Dikecualikan Dinilai Tak Berlaku
“Pemerintah Aceh berkewajiban mengeluarkan Surat Keputusan Pencabutan terhadap 10 IUP yang telah diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana kewenangan yang melekat pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,” ujarnya.
Selain itu, GeRAK Aceh juga melaporkan terkait adanya dugaan maladministrasi tentang Keputusan Gubernur Aceh nomor 065/802/2016 masa kepemimpinan Zaini Abdullah tentang penetapan informasi publik yang dikecualikan. Pasalnya keputusan ini tidak ditandatangani langsung oleh Zaini Abdullah, melainkan Sekretaris Daerah (Sekda) pada tanggal 25 Oktober 2016.
“Padahal Zaini Abdullah masih menjabat sebagai Gubernur Aceh waktu itu, seharusnya tidak ditandatangani Sekda, kita ketahui bahwa Zaini Abdullah cuti kampanye dulu pada 28 Oktober 2017,” tutur Askhalani.
Askhal berpendapat, penetapan sejumlah informasi yang dikecualikan ini sangat bertabrakan dengan semangat keterbukaan informasi publik sebagaimana yang telah diamanahan dalam UU nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. Dan menghalangi hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Baca: Keluarkan Surat Permohonan CnC, Walhi Nilai Sekda Tak Jeli
Dengan alasan tersebut, GeRAK Aceh mendesak Ombudsman Perwakilan Aceh untuk menerbitkan dan rekomendasi kepada Gubernur Aceh untuk segera mengeluarkan surat keputusan pencabutan IUP serta meninjau kembali Keputusan Gubernur Aceh nomor 065/802/2016 tentang penetapan informasi publik. Dan berkoordinasi bersama Komisi Informasi Aceh (KIA) untuk menindaklanjuti keputusan Gubernur Aceh tersebut.
Asisten Ombudsman Aceh, Andi Syahputra menyampaikan pihaknya akan segera mempelajari dan mengkaji laporan dari GeRAK Aceh itu, kemudian nanti hasil dari telaah Ombudsman akan disampaikan kembali
“Dalam tiga hari akan kami sampaikan hasil kajian atas laporan dugaan maladministrasi ini,” imbuhnya.
Sumber : AJNN