Densus Bukan Solusi Pemberantasan Korupsi

Lebih baik polisi membantu KPK dalam memberantas korupsi.

KBA.ONE, Banda Aceh – Hasrat kepolisian membentuk sebuah satuan khusus antikorupsi di korpsnya dinilai sebagai langkah kontra produktif. Alih-alih menjadi sebuah solusi, badan ini akan membebani anggaran negara dengan hasil yang tidak signifikan.

“Kami menilai bahwa pembentukan densus antikorupsi tidak tepat. Seharusnya polisi meningkatkan perangkat yang ada, seperti bidang Tipikor. Kita bisa belajar dari satgas pungli, yang notabenenya berada dalam ruang lingkup kinerja kepolisian. Satgas ini juga tidak bekerja baik dan bahkan hanya menjadi beban anggaran baru,” kata Koordinator Gerakan AntiKorupsi Aceh Askhalani Bin Muhammad Amin kepada KBA, Ahad, 22 Oktober 2017.

Wacana pembentukan satuan khusus antikorupsi ini disampaikan oleh Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian. Tito beralasan, kepolisian memiliki jaringan lebih luas ketimbang Komisi Pemberantasan Korupsi. Tito juga meyakini bahwa kinerja satuan ini tidak mengganggu kinerja kepolisian.

Namun menyamakan peran khusus satuan ini dengan Densus 88, yang menangani terorisme, tentu tidak tepat. Densus 88 adalah satuan yang memang dibentuk untuk menangani terorisme dan tidak ada lembaga lain yang menangani hal ini. Lagi pula, kata Askhalani, kasus korupsi memiliki karakteristik khusus. Untuk membentuknya, di internal kepolisian harus terbebas dari perilaku korupsi sebelum menjadikannya sebagai kampanye ke masyarakat.

“Lihat saja berapa banyak polisi yang melakukan pungli. Kalau internal polisi saja masih korup tentu ini tidak sebanding dengan kinerja KPK. Kami meragukan netralitas polisi dalam penegakan hukum kasus korupsi. Cukup banyak kasus yang ditangani tidak jelas ujungnya. Bahkan ada yang digunakan untuk mengintervensi pejabat yang berkuasa,” kata Askhalani.

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla menolak pembentukan satuan khusus ini. JK–sapaan Jusuf Kalla–balik menyarankan kepolisian membantu KPK memberantas korupsi. JK menilai tidak ada hal mendesak sehingga polisi perlu membentuk satuan khusus ini. “Tim yang ada sekarang (di KPK) juga bisa,” kata JK.

Namun politikus Partai Keadilan Sejahtera Nasir Djamil menilai JK tidak memahami permasalahan. Menurut Nasir, JK pemerintah maupun masyarakat berpandangan objektif dan terbuka melihat permasalahan yang terjadi sebelum menolak keberadaan Densus Tipikor.

“Jadi diharapkan kepada pimpinan lembaga seperti Presiden, Wapres, ketika mengomentari hal-hal seperti itu memang harus punya data yang kuat, di lapangan seperti apa,” kata Nasir. “Bukan hanya karena ketidakpercayaan saja atau punya pengalaman buruk dengan salah satu institusi penegak hukum, lalu mengatakan tidak perlu.”

Untuk membangun satuan ini, kepolisian membutuhkan anggaran sebesar Rp 2,6 triliun. Anggaran tersebut dibelanjakan untuk 3.560 personel sekitar Rp 786 miliar, belanja barang sekitar Rp 359 miliar, dan belanja modal Rp 1,55 triliun. Densus Tipikor akan dipimpin seorang bintang dua, dan akan dibentuk satgas tipikor kewilayahan.

Sumber : KBA ONE