
BANDA ACEH – Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani meminta Komisi Yudisial untuk melakukan telaah terhadap majelis hakim Pengadilan Tipikor Banda Aceh yang membebaskan empat terdakwa dalam kasus korupsi sertifikat PT Kereta Api Indonesia (KAI) di Aceh Timur.
“Komisi yudisial perlu melakukan telaah terhadap majelis hakim yang menyidangkan perkara kasus korupsi sertifikat PT KAI, karena banyak sekali kontroversi-kontroversi hukum yang dipertontonkan oleh Pengadilan Tipikor di Aceh,” kata Askhalani, kepada AJNN, Kamis (1/7).
Selain itu, sebut Askhalani, Mahkamah Agung (MA) juga perlu melakukan rotasi terhadap majelis hakim Pengadilan Tipikor Banda Aceh. Pasalnya, majelis hakim di Pengadilan Tipikor Banda Aceh memang sudah sangat lama, sehingga dalam proses persidangan cenderung melakukan kesalahan-kesalahan yang berakibat fatal demi hukum.
Baca: GeRAK: Pertimbangan Hakim Bebaskan Terdakwa Kasus Sertifikat PT KAI Sangat Rancu
“Jadi sepertinya komisi yudisial atau Mahkamah Agung perlu melakukan telaah lebih dalam terhadap kinerja majelis hakimnya, dan kalau perlu memang harus dilakukan rotasi semuanya karena memang sudah sangat lama, jadi majelis hakim sudah lama dalam proses sidang tipikor seperti itu cenderung melakukan kesalahan yang berakibat fatal,” tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, Empat terdakwa korupsi sertifikat PT Kereta Api Indonesia (KAI) di Aceh Timur divonis bebas oleh majelis hakim pada sidang pamungkas di Pengadilan Tipikor Banda Aceh, Senin (28/6).
Keempat terdakwa yakni Saefudin, Roby Irmawan, Iman Ouden Destamen dan Muhammad Aman Prayoga. Majelis hakim diketuai Dahlan didampingi Edwar dan Nurmiati.
Dalam amar putusan, keempat terdakwa tidak terbukti melakukan perbuatan melawan hukum melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp6,5 miliar dalam kegiatan program pensertifikatan tanah aset milik PT KAI di Aceh Timur seperti dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Dengan ini menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah meyakinkan melakukan tindak pidana yang memyebabkan kerugian keuangan negara. Membebaskan para terdakwa dari seluruh dakwaan primair dan subsidair jaksa penuntut umum,” kata ketua majelis.
Putusan majelis hakim pengadilan Tipikor Banda Aceh lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut para terdakwa masing masing 10,6 tahun kurungan penjara karena terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana sebagaimana dalam dakwaan primair.
Selain itu ditambah pidana denda masing-masing Rp600 juta subsidair enam bulan penjara serta dibebankan para terdakwa membayar uang pengganti.
Dalam dakwaan penuntut umum, terdakwa Roby Irmawan dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp 3,6 miliar lebih, sementara Saefudin membayar uang pengganti Rp150 juta, terdakwa Muhammad Aman Prayoga Rp2,3 miliar lebih dan Iman Ouden Destamen Zalukhu Rp207 juta lebih.
Dalam putusan itu, hakim juga menyatakan barang bukti para terdakwa yang disita untuk menutupi keuangan negara dikembalikan.
“Barang bukti yang disita dari nomor satu sampai seterusnya dikembalikan kepada para terdakwa,” ucap majelis hakim.
Salinan ini telah tayang di https://www.ajnn.net/news/gerak-desak-mahkamah-agung-rotasi-majelis-hakim-di-pengadilan-tipikor-banda-aceh/index.html.