BANDA ACEH – Dalam upaya penerapan pemerintahan yang baik dan transparan terhadap informasi, Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh melakukan pertemuan bersama Komisi Informasi Aceh (KIA) dan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) utama Aceh serta bersama Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Aceh, Senin-Selasa, 29-30 Januari 2018.
Kepala Divisi Kebijakan Publik dan Anggaran GeRAK Aceh, Fernan mengatakan, pertemuan itu dilakukan sebagai langkah GeRAK Aceh untuk mengadvokasi dilakukannya revisi terhadap Keputusan Gubernur Aceh nomor 065/802/2016 tentang daftar informasi publik yang dikecualikan untuk diakses di lingkungan Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA).
Kata Fernan, Aceh saat ini terjadi sedikit kendala dalam penerapan keterbukaan informasi publik, hal itu akibat diterbitkannya Kepgub tentang daftar informasi publik yang dikecualikan. Padahal banyak informasi yang ditetapkan dalam keputusan itu merupakan informasi publik yang berhak diakses dan diketahui oleh masyarakat sesuai UU dan peraturan berlaku.
“Dalam Kepgub itu ada 122 item informasi yang dikecualikan, dan yang paling banyak itu ada di sektor SDA sebanyak 33 informasi dan termasuk data tentang Rancangan Anggaran Pendatapan dan Belanja Aceh (RAPBA), kan rakyat berhak tahu itu,” kata Fernan.
Menurut Fernan, Keputusan gubernur tersebut perlu dikaji kembali karena banyak informasi didalamnya merupakan konsumsi masyarakat yang berhak dimiliki, apalagi diketahui Kepgub itu tidak ditandatangani langsung oleh Gubernur Aceh melainkan Sekretaris Daerah (Sekda). Jadi keputusan ini diharapkan dapat ditinjau kembali bahkan dicabut.
Untuk itu, GeRAK berharap, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf agar segera melakukan revisi terhadap keputusan gubernur terkait informasi yang dikecualikan tersebut. Karena sangat bertentangan dengan UU keterbukaan informasi publik.
Hal ini juga penting sebagai langkah awal pemerintahan Irwandi-Nova dalam mewujudkan misi Aceh Sistem Informasi Aceh Terpadu (SIAT).
“Pemerintah harus mengikuti perkembangan, dan Kepgub itu perlu direvisi untuk mendukung realisasi program Aceh SIAT, agar berjalan baik kedepannya,” jelasnya.
Selain itu, Fernan juga menuturkan, pertemuan yang dilakukan ini juga untuk mendukung langkah KIA dan PPID Utama agar selalu bekerja secara baik dalam mengawal keterbukaan informasi publik menjadi lebih baik di Aceh. Termasuk juga dalam upaya penyelesaian sengketa informasi di Aceh, mengingat saat ini masih banyak SKPA dan badan publik lainnya di Aceh belum menjalankan sepenuhnya UU keterbukaan informasi publik.
“Kita berharap kedepan pemerintah harus lebih terbuka serta memberikan informasi/data yang diminta oleh masyarakat, bila memang informasi tersebut tidak dikecualikan dalam UU,” imbuh Fernan.
Dalam pertemuan tersebut, Fernan menambahkan, Ketua KIA, Afrizal Tjoetra juga menyampaikan kepada pihaknya bahwa setiap informasi yang diinginkan masyarakat dipersilahkan melakukan uji akses sengketa informasi publik, karena hanya dengan melaksanakan sengketa nantinya bisa memperoleh keputusan suatu informasi tersebut dirahasiakan atau tidak.
Nantinya bila sudah ada keputusan melalui sengketa dan pihak yang bersangkutan juga tetap tidak mau memberikan data yang dimintai maka bisa melaporkannya kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) setelah 14 hari kerja pasca keputusan.
“Jika sudah 14 hari kerja setelah keputusan sengketa data juga tidak diberikan, bisa diadukan ke PTUN, karena mereka punya wewenang mengeksekusi langsung,” tutur Fernan mengulangi penyampaian Afrizal Tjoetra.
Dan, lanjutnya, saat melakukan pertemuan dengan Kabag peraturan dan perundang-undangan Biro Hukum Sekda Provinsi Aceh, mereka juga mengatakan bahwa akan melakukan kajian kembali terhadap keputusan tersebut dan menyesuaikan dengan kondisi terbaru saat ini tanpa mengabaikan UU keterbukaan informasi publik dan aturan yang berlaku.
Dan, dalam kesempatan tersebut mereka juga meminta Yurisprudensi atau hasil keputusan-keputusan dari hakim terdahulu mengenai data terbuka sebagai bahan kajian pemerintah nantinya.