
ACEH BARAT – Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat meminta agar pihak kepolisian (Polres) maupun pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Barat untuk tidak berdiam diri, atau saling melempar bola panas dari peristiwa Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bimbingan Teknis (Bimtek) yang telah berlangsung dua tahun lamanya.
Hal tersebut disampaikan oleh Koordinator GeRAK Aceh Barat, Edy Syahputra kepada AJNN, Kamis (22/7/2021) melalui sambungan telepon dari Meulaboh.
Menurut Edy, Hasil audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh yang dilakukan pada tanggal 23 Juli 2019 atas permintaan Pihak Polres Aceh Barat jelas ditemukan bahwa kerugian keuangan negara berjumlah Rp1,9 miliar dari total Rp3,1 Miliar yang artinya sebesar 61,2 persen.
Baca: Berkaca dari Kasus Bimtek Aceh Barat, APH Didesak Usut Bimtek di Agara
Berdasarkan fakta bahwa audit telah telah dilakukan dan sudah keluar hasilnya, maka pihak aparat penegak hukum (APH) sepatutnya tidak perlu lagi menunda-nunda lagi proses atau tahap untuk meningkatkan stasus dari kasus tersebut.
Edy juga menyebutkan bahwa Surat Dimulainya Penyidikan (SPDP) Perkara Tindak Pidana Korupsi dari Polres Aceh Barat Tahun 2019-2020 bulan Juni 2020 lalu yang ditandatangani oleh Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus disebutkan telah adanya nama “Tersangka” sebanyak dua orang.
“Kami menduga ada pihak tertentu atau peran dari oknum aparat penegak hukum yang punya kedudukan tingkat tinggi sehingga kasus ini seperti dicoba untuk dikaburkan, agar proses penyelidikan dan penyidikan tidak pernah berjalan,” ujar Edy
Apalagi kata Edy, sebelumnya disebutkan bahwa ketika proses OTT Bimtek terjadi pada 19 Juni 2019 silam, turut diamankan oknum kepolisian.
“Tentunya kita memberikan apresiasi atas OTT yang dilakukan oleh Polres Aceh Barat pada masa itu guna membongkar praktek dugaan tindak pidana korupsi dari pelaksanaan kegiatan Bimtek yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara,” ujarnya.
Kasus ini menurut Edy juga menjadi early warning bagi korps penegak hukum di Indonesia, atas hal tersebut, GeRAK Aceh Barat akan segera membuat laporan secara resmi kepada pimpinan tertinggi lembaga tersebut.
“Sebagaimana laporan awal kami kepada Komisi Kejaksaan (KOMJAK) Republik Indonesia terkait beberapa penanganan perkara tindak pidana korupsi di Kabupaten Aceh Barat,” ujar Edy.
“Kami akan menyurati kembali secara resmi dan meminta agar KOMJAK tidak setengah hati untuk menindak para penegak hukumnya di kejaksaan yang diduga indisipliner akan tugas dan fungsi dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia,” ujar Edy.
Edy juga mengungkapkan kalau dalam surat mereka sebelumnya kepada KOMJAK RI dan kemudian diteruskan oleh Kejati Aceh disebutkan adanya beberapa oknum Kejaksaan Negeri Aceh Barat yang diduga indisipliner, terkait beberapa kasus yang mereka tangani.
“Kami menduga bahwa para oknum tersebut tidak sadar akan tugas dan fungsi dari kejaksaan itu sendiri, dan bahkan kami menduga para oknum ini berupaya untuk mengkaburkan data dan fakta dari OTT Bimtek tersebut,” kata Edy.
Menurut Edy, sudah sepatutnya mereka yang diduga melakukan tindakan indisipliner atau melanggar sumpah akan jabatan mereka diberikan sanksi tegas, dan pihaknya menunggu proses pemberian sanksi terhadap oknum tersebut.
GeRAK Aceh Barat juga menyebut hal yang sama untuk peran kepolisian sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002.
“Kami juga akan menyurati Kapolri dan juga pihak Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) serta Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR-RI), nantinya kami akan meminta agar kasus ini menjadi atensi khusus,” ujarnya.
Lebih lanjut Edy juga menyampaikan bahwa berdasarkan hasil monitoring GeRAK Aceh Barat atas penegakan hukum di Kabupaten Aceh Barat tahun 2019 dan 2020, pihaknya menemukan ada sejumlah kasus penegakan hukum di bidang tindak pidana korupsi yang mandek dan tidak ditemukan titik terang penyelesaiannya.
“Padahal sebagaimana diketahui, ada beberapa kasus tersebut sudah dalam proses penyelidikan pihak penegak hukum, baik di Polres Aceh Barat dan juga pelimpahan berkas kepada Kejari Aceh Barat atau kemudian penanganan perkara secara langsung oleh pihak Kejari Aceh Barat,” ungkap Edy.
“Untuk tahap awal, dalam waktu ini kami akan segera membuat surat secara resmi kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh agar segera mengambil alih beberapa kasus yang mandek, salah satunya OTT Bimtek Juni 2019 silam,” pungkas Edy.
Sebelumnya BPKP Perwakilan Aceh telah melakukan audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) terkait dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) Dana Desa (DD) di Aceh Barat untuk Bimbingan Teknis (Bimtek) yang dilangsungkan di Batam, dimana kasus ini mencuat setelah Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Hotel Meuligoe, Meulaboh, Aceh Barat.
Dari materi yang disampaikan oleh pihak BPKP Perwakilan Aceh dalam konferensi pers terkait reviu Kinerja Ekonomi Semester I tahun 2021 di gedung departemen keuangan perwakilan Aceh, Senin (19/7) disebutkan bahwa hasil pemeriksaan PKKN kasus Dana Desa untuk Bimtek tersebut Rp1,9 Miliar.
Menurut Indra, ada 331 peserta yang berasal dari 171 Desa (Gampong). Sehingga total uang yang dipungut dari sejumlah Gampong tersebut berjumlah Rp3,1 Miliar.
“Total uang yang dipungut dari 331 peserta dari 171 desa Rp3,1 Miliar,” ungkap Indra Khaira Jaya, Kamis (22/7/2021) di Banda Aceh.
Sedangkan biaya riil kegiatan Bimtek di Batam tersebut kata Indra hanya Rp1,2 Miliar. “Jadi kerugian keuangan negaranya Rp1,9 Miliar,” ujarnya.
Salinan ini telah tayang di https://www.ajnn.net/news/gerak-aceh-barat-gila-kerugian-negara-bimtek-aceh-barat-61-persen-dari-anggaran/index.html?fbclid=IwAR2Z4QN_u319DQd112SnYKkhf4ouFyUbRjmB5VQi0EfPDXIPMJTqtzbnd-I.