Usulkan Ekologi Masuk Otsus, Enam LSM Temui DPR Aceh dan Bappeda

Pertemuan enam LSM dengan Ketua DPR Aceh

BANDA ACEH – Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Aceh yakni GeRAK, MaTA, WALHI, LBH Banda Aceh, Yayasan HAkA dan JKMA serta perwakilan The Asia Foundation (TAF) melakukan pertemuan dengan DPR Aceh dan Bappeda terkait persoalan ekologi, Jum’at (26/10).

Pertemuan dengan Ketua DPR Aceh Tgk Muharuddin berlangsung di ruang rapat pimpinan dewan, sedangkan rapat bersama Kepala Bappeda Aceh Azhari berlangsung di kantor setempat.

Pertemuan sejumlah LSM dengan pemerintahan itu membahas persoalan pengusulan Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologis (TAPE) di Aceh yang harus dilakukan Pemerintah Aceh sebagai salah satu upaya menjaga lingkungan.

Perwakilan TAF, Alamsyah Putra menyampaikan bahwa skema TAPE ini penting dilaksanakan pemerintah agar dapat menyelamatkan lingkungan dan mencegah terjadinya degradasi serta deforestasi.

Dalam pertemuan tersebut, Alam menjelaskan TAPE itu merupakan transfer dana dari pemerintah provinsi ke kabupaten/kota berbasis pada kinerja dalam menjaga lingkungan, indikator yang dilihat adalah tutupan hutan dan perubahan tutupan hutan.

Terkait sumber dana TAPE, kata Alam bisa dimasukkan dalam formulasi pengelolaan dana Otsus Aceh, Tambahan Dana Bagi Hasil (TDBH) Minyak dan Gas, serta melalui Bantuan Keuangan Provinsi ke Kabupaten/kota, seperti bantuan hibah dan sosial.

“Dibutuhkan kerjasama antara provinsi dan kabupaten/kota untuk menjaga hutan,” papar Alamsyah Putra.

Hal senada juga disampaikan Kadiv Kebijakan Publik dan Anggaran GeRAK Aceh, Fernan mengatakan sejauh ini Pemerintah daerah tidak mempunyai kekuatan menjaga kerusakan hutan, hal itu disebabkan karena kurangnya anggaran yang diperuntukkan untuk masalah ekologi.

“Daerah tidak punya kekuatan Karena memang tidak ada anggaran, untuk itu perlu bantuan dari provinsi,” ujarnya.

Alam menegaskan, pengusulan TAPE ini dalam tidak meminta adanya penambahan anggaran, tetapi hanya memasukkan ekologi dalam formulasi pengelolaan dana Otsus dan anggaran lainnya.

“Bukan meminta tambahan anggaran, tetapi mereformulasi, dimasukkan persoalan ekologi,” tandasnya.

Menurut Fernan, jika masalah ekologi ini tidak menjadi perhatian pemerintah provinsi maka persoalan lingkungan terus terjadi, sehingga nantinya anggaran Aceh sendiri habis untuk memperbaiki kerusakan akibat bencana.

“Kalau tidak dilindungi, anggaran habis untuk membangun kerusakan karena bencana,” tuturnya.

Menanggapi usulan masyarakat sipil itu, Ketua DPR Aceh Tgk Muharuddin menyambut baik inisiatif TAPE ini, mengingat ekologi menjadi masalah yang memang harus mendapatkan perhatian khusus. Karena itu sumber dana ekologi harus dipikirkan bersama.

“Akan kita sampaikan kepada teman-teman yang membahas qanun Otsus Aceh ini,” kata Muharuddin.

Namun, lanjut Muharuddin, inisiatif tersebut harus didiskusikan lebih jauh bagaiman pola yang harus dilaksanakan sehingga bisa terlaksana secara benar dan tepat sasaran sehingga hutan Aceh bisa terjaga. Baik dari sisi penganggaran maupun pelaksanaannya.

“Kita harus lakukan FGD, langkah apa yang harus dilakukan untuk memasukkan formulasi ekologi ini,” pungkasnya.