Tenaga Kontrak Dirumahkan Bukan Kebijakan Mendadak

Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani. [Dok. Serambinews]

Banda Aceh, (Analisa). Kebijakan Pemerintah Aceh merumahkan para tenaga kontrak dan tidak lagi memperpanjang SK kontrak kerjanya, bukanlah tindakan yang dilakukan mendadak.  Di lingkungan Sekretariat Daerah (Setda) atau Kantor Gubernur Aceh, ada 559 tenaga kontrak dirumahkan terhitung 1 Januari 2019.

“Ini bukan tindakan mendadak. Pro­sesnya sudah dimulai sejak Juni 2018, dengan keluarnya Surat Gubenur Aceh, Irwandi Yusuf saat itu,” ujar Juru Bicara Pemerintah Aceh, Wiratmadinata kepada wartawan di Banda Aceh, Rabu (9/1).

Menurutnya, dalam surat yang dikeluarkan 29 Juni 2018 lalu bertepatan 15 Syawal 1439 Hijriah, ada dua poin untuk dijadikan perhatian oleh Kepala Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) dan Kepala Biro di lingkungan Setda Aceh.

Yakni larangan menambah pengang­katan tenaga kontrak dan merasio­na­lisasi/pengurangan tenaga kontrak atau sejenisnya. “Ini perintah Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf yang dijalankan oleh No­va Iriansyah sebagai Pelaksana Tugas Gubernur,” kata Wiratmadinata.

Langkah rasionalisasi tenaga kontrak di lingkungan Pemerintah Aceh, yang merupakan tindaklanjut Surat Gubernur Aceh Nomor: 814/19391 itu, terlebih dahulu ditempuh secara elegan, bahkan humanis dan bertahap.

“Langkah itu dilakukan secara elegan. Buktinya, di lingkungan Setda Aceh para tenaga kontrak tidak dirumahkan sem­barangan, tapi menunggu sampai kon­trak kerja mereka berakhir per 31 De­sember 2018,” ungkapnya.

Empat bulan setelah dilantik sebagai Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf memandang penting mengambil langkah penghematan anggaran, salah satunya lewat perintah kepada kepala dinas/badan untuk tidak lagi menerima pegawai kontrak atau bakti.

Menurut gubenur yang kini nonaktif itu, un­tuk mengatasi melonjaknya jumlah pe­ngang­guran di Aceh, pemerintah harus men­­ciptakan lapangan kerja di sektor lain. Tidak bisa semuanya ditampung kerja di pemerintahan. Bahkan, wacana menertibkan tenaga kontrak juga dilakukan terhadap guru melalui langkah seleksi ulang guru.

Wacana yang disampaikan pada konferensi pers 100 hari pertama pemerinta­hannya, Jumat 13 Oktober 2017 itulah, kemudian berbuah surat perintah kepada para Kepala SKPA dan Kepala Biro di lingkungan Setda Aceh untuk melakukan evaluasi pengangkatan tenaga kontrak.

Wira juga mengingatkan tentang tuntutan reformasi birokrasi, salah satu dari 15 program prioritas yang didukung ma­syarakat Aceh dengan memilih pasa­ngan Ir­wandi Yusuf – Nova Iriansyah dalam Pil­kada 2017.  Bahkan, langkah penataan SDM dan kinerja aparatur sudah jauh hari di­setujui oleh Gubernur Aceh dalam Rapat Koordinasi Reformasi Birokrasi, Kamis 16 November 2017 di Hotel The Pade Aceh Besar,” tandasnya.

8.904 orang

Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh mengungkapkan jumlah tenaga kontrak di lingkungan Pemerintah Aceh mencapai 8.904 orang, tersebar di 47 SKPA. Pa­ling banyak menampung tenaga kontrak adalah Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh 1.922 orang dan Satuan Polisi Pramong Praja dan Wilayatul Hisbah (WH) Aceh 880 orang.

Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani mengatakan, jumlah tenaga kontrak di lingkup Pemerintah Aceh melebihi jumlah pegawai negeri sipil (PNS) yang mencapai 8.810 orang. Kondisi seperti itu di­yakini akan membuat PNS tidak berkem­bang, karena mayoritas kerjanya akan dilakukan oleh tenaga kontrak.

“Di DLHK dan Satpol-WH, jumlah tenaga kontrak banyak karena memang sangat dibutuhkan karena kerja mereka langsung bersentuhan dengan publik. Namun, rasionalisasi tenaga kontrak harus dilakukan di seluruh SKPA dan tidak ha­nya di Kantor Gubernur Aceh saja. Ja­ngan di Kantor Gubernur Aceh dikurangi, tapi di SKPA terus ditambah,” sebutnya.

Kemudian, Pemerintah Aceh harus melakukan evaluasi terhadap kebutuhan tenaga kontrak, ketersediaan dana dan kinerja tenaga kontrak selama ini. Yang terpenting, Pemerintah Aceh tidak boleh melakukan perekrutan kembali sebelum adanya evaluasi.

“Jangan merumahkan tenaga kontrak dengan tujuan lain, seperti mengganti dengan orang lain. Kalau itu dilakukan, maka tidak ada perubahan apa pun yang dibuat Pemerintah Aceh,” jelasnya.

Diinformasikan, jumlah anggaran yang terkuras selama ini untuk mengaji tenaga kon­trak mencapai Rp1,6 miliar/bulan. Apa­bila dikalikan setahun, maka Peme­rintah Aceh menghabiskan uang untuk membayar gaji tenaga kontrak mencapai Rp22 miliar atau Rp2,7 juta per orang sesuai Upah Minimum Provinsi (UMP).

Askhalani menyarankan Plt Gubernur untuk membuat analisa beban kerja terhadap tenaga kontrak guna memastikani berapa jumlah tenaga kontrak sebenar­nya yang dibutuhkan guna membantu kerja-kerja SKPA. (mhd)

Sumber : Analisa