Sekretaris JMSI Aceh: Politik Biaya Tinggi Pengaruhi Perilaku Korupsi Kepala Daerah

Akhiruddin Mahjuddin. Foto: Irfan Habibi.

Akhiruddin Mahjuddin, Sekretaris Jaringan Media Siber (JMSI) Aceh, mengatakan media massa berperan untuk mengungkap pelanggaran money politik pada di setiap pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Biaya politik yang tinggi sangat berpengaruh terhadap perilaku korupsi kepala daerah.

“Media massa tidak sekadar memberitakan seremoni,” kata Akhiruddin dalam diskusi virtual memeringati Hari Anti Korupsi Sedunia (HAKORDIA) 2020 yang digelar Sekolah Anti Korupsi Aceh, Selasa, 8 Desember 2020.

Dalam acara ini, SAKA bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, Panitia Pengawas Pemilihan (Pabwaslih) Provinsi Aceh, Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) dan Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh.

Akhiruddin mengatakan media harus menjalankan peran mereka sebagai pilar demokrasi. Terutama dalam menyingkap praktik korupsi penyelenggaraan negara.

Dalam penyelenggaraan Pilkada 2020, misalnya, media massa, kata Akhiruddin, jangan sekadar menyajikan berita seremoni pemilihan. Media harus pula menulis cara kandidat menggunakan sumber anggaran untuk pemenangannya.

“Ada dua hal yang harus diungkapkan. Pertama, cara petahan menggunakan APBD dan kekuasaan. Kedua, cara petahana mengongkosi politik biaya tinggi,” kata Akhiruddin.

Fahrul Rizha Yusuf, pemateri lain, mengatakan pada setiap tahapan pemilu, Bawaslu dan jajarannya selalu melakukan pecegahan pelanggaran dengan berbagai instansi. Undang-undang Pemilu juga masih menyisakan banyak celah. Terutama berkaitan dengan pidana pemilu.

“Undang-Undang Pemilu ke depan lebih jelas dan kongkrit, agar tidak ada celah atau kekosongan aturan hukum pemilu dalam setiap perbuatan yang dilarang, misalnya praktek money politic tidak diikat oleh tempus (waktu) dan memungkinkan untuk membongkar aktor yang berkempentingan,” kata Fachrul.

Politik uang, kata Facrul, tidak hanya perberian berupa uang atau barang tetapi juga berupa janji calon kepada pemilih. Regulasi menyatakan bahwa politik uang ini merupakan sesuatu yang membahayakan iklim demokrasi di Indonesia, pelaku money politik tidak mungkin berdiri sendiri. Pasti ada yang mengongkosi.

Sementara Benydictus mengatakan pembangunan suatu negara sangat dipengaruhi oleh tingkat korupsi. Korupsi yang marak terjadi akan menghambat pembangunan bangsa.

Salah satu solusi yang disampaikan oleh Tranparancy International yaitu melalui reformasi sistem politik yaitu dengan mengelola secara baik benturan kepentingan yang akan terjadi, mengontrol pendanaan politik, memperkuat integritas pemilu, mengatur keterbuaan aktivitas lobi politik, pelakuan yang sama terhadap setiap warga negara, memperkuat peran masyarakat sipil dan menguatkan fungsi check and balances.

“Beberapa penyebab korupsi politik yaitu Proses politik di Indonesia tergolong mahal,” kata Benydictus. Berdasarkan kajian Kemendagri, biaya yang dikeluarkan untuk menjadi bupati/wali kota mencapai Rp 20-30 miliar. Jumlah yang dikeluarkan kandidat gubernur bisa berlipat-lipat.

Biaya besar ini didodorong oleh pendanaan negara yang tidak memadai. Satu suara hanya dihargai Rp 16.922 sebagai dasar penghitungan ertimasi kebutuhan partai dari tahun ke-1 sampian tahun ke-5. Penyebab lain adalah rendahnya rewarding remonerasi pejabat politik.

“Harus ada mekanisme politik yang rasional dengan biaya politik yang terjangkau, pendanaan Negara memadai dan rewarding remonerasi pejabat politik yang baik,” kata Beny.

SUMBER : rmolaceh.id