JawaPos.com – Penegakkan kasus korupsi di Provinsi Aceh dinilai masih lemah oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh.
Kejakasaan Tinggi (Kejati) sebagai penegak hukum dipandang tak serius dan tak berkomitmen memberantas korupsi di Indonesia. “Penegakkan kasus korupsi sangat mengkhawatirkan. Banyak kasus yang dilaporkan, namun hingga saat ini tidak ada kabar lanjutan sejauh apa penyelesaiannya,” Kata Kepala Divisi Advokasi Korupsi GeRAK Aceh Hayatuddin di ruang kerjanya ditemui JawaPos.com, Banda Aceh, Selasa (23/1).
Hayatuddin mengatakan, sejak 2008 lalu, pihaknya sudah melaporkan sejumlah kasus atau temuan yang dianggap terindikasi tindak pidana korupsi. Kasus-kasus tersebut beragam dan tersebar di beberapa dinas serta daerah, diantaranya kasus penganggaran proyek, pengadaan barang dan beberapa lainnya.
“Sampai sekarang tidak ada penjelasan dan laporan kita dapat atas kasus yang dilaporkan. Sejauh apa perkembangan dan hambatan yang dihadapi Kejati Aceh dalam mendalami kasus,” ungkap dia.
Menurutnya, selama ini, Kejati Aceh sebagai penegak hukum tinggi di daerah terkesan tidak terbuka atas proses penindakkan hingga penyelesaian kasus atau laporan yang diterima. Ia menduga, ada upaya yang dilakukan untuk menutup-nutupi dan menenggelamkan kasus yang ada.
“Ditutupi atau tidak, kasus ini terkesan sengaja ditutupi dan tidak ditangani sampai akhir,” ujarnya.
Ia menuturkan, sejak 2015 lalu kinerja dan upaya yang dilakukan Kejati Aceh dalam menangani sejumlah kasus belum maksimal dan tidak terbuka atau transparan kepada publik. Sehingga muncul anggapan buruk dan negatif terhadap lembaga pemerintah plat merah ini.
“Salah satunya kasus dana hibah untuk mantan kombatan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) sebesar Rp650 miliar. Hingga kini belum ada perkembangan sejak dilaporkan pada Februari 2017 lalu,” sebutnya.
Kata dia, berdasarkan hasil penelusuran dan investigasi GeRAK Aceh, ada muatan tindak pidana korupsi mengenai penganggaran dana tersebut. Bahkan, temuan ini juga diperkuat oleh laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Aceh.
“Dana tersebut tersebar di 11 dinas tingkat provinsi dan beragam program,” tandasnya.
(mal/JPC)
Sumber : JawaPos.com