Pencabutan 98 IUP oleh Plt Gubernur Aceh Merupakan Warisan Tak Ternilai

Foto: GeRAK Aceh

BANDA ACEH – Perubahan pemberlakukan UU 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah dari sebelumnya UU 32 Tahun 2004 dan UU 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, memberi hak otonomi yang lebih luas kepada pemerintah provinsi untuk mengatur dan mengelola sendiri potensi sumber daya alam di daerahnya, termasuk pengelolaan pertambangan mineral dan batubara.

Pemerintah Provinsi diberikan kewenangan dapat mengeluarkan berbagai regulasi dan perizinan yang berkaitan dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) baik izin dalam tahap proses eksplorasi maupun tahap eksploitasi sesuai dengan kewenangannya masing-masing.

Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani mengatakan berdasarkan hasil kajian koordinasi dan supervisi (korsup) KPK untuk SDA di Provinsi Aceh, setidaknya ditemukan beberapa permasalahan terhadap evaluasi IUP.

Pertama, kata Askhal, sebanyak empat IUP masuk dalam kawasan hutan konservasi dengan total seluas 31.316 hektare. Ini meliputi wilayah Kabupaten Aceh Tengah seluas 31 ribu hektare, Gayo Lues 198 heltare dan Aceh Selatan 87 heltare. Kemudian di kawasan hutan lindung tercatat total 399.959 hektare meliputi 65 IUP/KK.

Kedua, lanjut Askhalani, masih banyaknya IUP yang belum clear and clear (CNC), dari total 138 IUP (per tahun 2014), 84 IUP atau 61 persen belum Clean and Clear (CNC), sisanya sebanyak 54 sudah mendapatkan CNC.

“Ketiga, adanya dugaan piutang negara dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) per tahun 2014 sebesar Rp 10,8 miliar dan naik secara sifnifikan tahun 2015 sebesar Rp 24,7 miliar, sedangkan sampai dengan tahun 2018 total tunggakan sebesar Rp 42 miliar,” ungkapnya.

SK pencabutan 98 IUP oleh Plt Gubernur Aceh. Foto: Dok AJNN

Askhalani mencatat sejak periode 2007-2014 tercatat jumlah Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Aceh mencapai 134 IUP yang tersebar di 15 kabupaten/kota di Aceh, dengan luas total wilayah konsesi usaha pertambangan mencapai 672.540,27 hektare.

“Jumlah tersebut meningkat menjadi 138 IUP, bahkan mengalami penambahan yang diakibatkan ada 16 kabupaten/kota menambah total luas menjadi 841.648,31 hektare. Dari luasan tersebut di atas terindikasi empat perusahaan yang berada dalam kawasan hutan konservasi seluas 31.316,12 hektare dan 65 perusahaan yang berada dalam kawasan hutan lindung seluas 399.959,76 hektare,” jelas Askalani.

Menurutnya, tahapan pengurangan dan perbaikan tata kelola menjadi salah satu kebijakan yang sangat penting pasca lahirnya kebijakan UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kebijakan perizinan atas IUP dialihkan menjadi kebijakan di tingkat provinsi. Hal ini sesuai dengan kewenangan yang diamanahkan UU, sehingga dampak ini cukup terlihat dengan adanya keberhasilan mendorong moratorium izin pertambangan di Aceh yang sudah berlangsung selama empat tahun yaitu sejak 2014 hingga Mei 2018.

Saat ini, lanjut Askhal, IUP di Provinsi Aceh tinggal 30 IUP yang tersebar di delapan kabupaten/kota dengan total luasan sebesar 80.737,10 hektare, dari total 138 IUP. Atas keberhasilan ini, Pemerintah Aceh berhasil melakukan penyusutan dan pemamfaatan kawasan hutan/lahan dengan total Luas WIUP yang dikembalikan fungsinya sebesar 751.481,21 Ha (dari 108 IUP yang dicabut/berakhir).

“Kebijakan tentang Instruksi Gubernur Aceh Nomor 11/Instr/2014 Tentang Moratorium Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Aceh, menjadi salah satu langkah penting dalam mendorong dan melahirkan peluang perbaikan tata kelola pertambangan agar memberikan manfaat bagi masyarakat, melindungi lingkungan dan mendukung pembangunan berkelanjutan melalui tata kelola yang strategis, terkoordinir dan terpadu,” jelas Askhal.

Menindaklanjuti hal itu, Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah mengambil langkah berani dengan mencabut 98 Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Mineral Logam dan Batubara dengan menerbitkan Surat Keputusan Nomor 540/1436/2018 yang ditandatangani tanggal 27 Desember 2018 itu, tentang pengakhiran Izin Usaha Pertambangan di Aceh itu tidak menghilangkan kewajiban keuangan pemegang IUP di Aceh dalam menyelesaikan tunggakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sampai batas berakhinya izin kepada negara dan daerah sepanjang belum diselaikan.

SK pencabutan 98 IUP oleh Plt Gubernur Aceh. Foto: Dok AJNN

Askhal juga menjelaskan surat Keputusan Gubernur Aceh tentang pengakhiran IUP eksplorasi dan operasi produksi Minerba sebanyak 98 IUP secara kolektif di Aceh menjadi dasar hukum untuk penertiban IUP tahun 2018.

“Keputusan Plt Gubernur Aceh dengan menerbitkan SK pencabutan kolektif ini tidak saja langkah berani yang patut diapresiasi, tapi ini juga merupakan warisan tak ternilai bagi keberlangsungan hidup generasi Aceh di masa depan,” tegas Askhalani.

Berdasarkan data GeRAK Aceh, dengan dicabutnya 98 IUP ini, maka Pemerintah Aceh telah menyelamatkan hutan Aceh seluas 647.762,21 hektare. Luas hutan yang diselamatkan dalam kurun waktu empat tahun tetsebut tersebar di delapan kabupaten dan kota.

Adapun rinciannya sebarap IUP yang dicabut tersebut di Aceh Besar 4 IUP seluas 4.656 hektare, Aceh Jaya 10 IUP seluas 31.368 hektare, Aceh Barat 7 IUP seluas 20.329 hektare, Nagan Raya 1 IUP seluas 90.576 hektare, Aceh Barat Daya 2 IUP seluas 298,9 hektare, Aceh Selatan 14 IUP seluas 59.826 hektare, Aceh Sungkil 6 IUP seluas 46.313 hektare, Gayo Lues 2 IUP seluas 41.200 hektare, Aceh Tamiang 4 IUP seluas 33.559 hektare, Aceh Tengah 13 IUP seluas 190.568 hektare, Aceh Timur 2 IUP seluas 6.080 hektare, Pidie Jaya 2 IUP seluas 2.555 hektare, Pidie 14 IUP seluas 114.205 hektare, dan Kota Subussalam 8 IUP seluas 6.227 hektare.