ACEHSTANDAR.COM – Transparansi Internasional (TI) Indonesia bekerjasama dengan Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh dan Sekolah Anti Korupsi Aceh (SAKA) melatih para pemuda Aceh terkait pemantauan atau pengawasan terhadap pengadaan barang dan jasa di pemerintahan.
Kepala SAKA, Mahmuddin mengatakan, kegiatan yang berlangsung selama tiga hari tersebut merupakan bagian dari konsolidasi organisasi masyarakat sipil dalam pemantauan pengadaan publik berbasis warga
“Kita perlu mengetahui proses terkait barang dan jasa ini, sehingga bisa kita memahami serta mengawasinya,” kata Mahmuddin, di Banda Aceh, Kamis (3/6/2021).
Mahmuddin menyampaikan, dalam masa pandemi Covid-19 ini banyak banyak persoalan pengadaan barang dan jasa di pemerintahan menimbulkan banyak masalah yang dapat merugikan keuangan negera.
“Salah satunya terkait bantuan sosial (Bansos) ini sudah banyak ditemukan masalah di berbagai daerah, dan masih banyak pengadaan lainnya. Karena itu kita harus terlibat,” ujarnya.
Sementara itu, Peneliti Transparansi Internasional (TI) Agus Sarwono mengatakan, pemantauan pengadaan barang dan jasa ini penting diketahui, apalagi dalam masa pandemi ini informasi mengenai hal tersebut sangat terbatas.
Agus menyampaikan, diskusi ini diperlukan karena menguatnya kekuasaan eksekutif dengan menggunakan metode anti demokratik. Adanya kemerosotan akuntabilitas publik tak terkecuali pada sektor pengadaan barang dan jasa. Terutama saat pandemi Covid-19 sehingga memperluas risiko korupsi.
“Untuk memperkuat pemberdayaan jaringan kelompok anak muda, perempuan dan kelompok rentan, ini menjadi kunci utama dalam mengurangi risiko korupsi pengadaan publik di daerah,” kata Agus.
Agus menuturkan, diskusi ini juga penting untuk menggali pengalaman dan organisasi masyarakat sipil dalam kegiatan antikorupsi di daerah. Terutama dalam pengawasan pengadaan.
“Sehingga, nantinya dapat mengumpulkan analisis strategi dan aksi tindak lanjut memperluas skema pengawasan publik terhadap pengadaan barang dan jasa pemerintah,” ucapnya.
Menurut Agus, jaringan antikorupsi yang dipimpin anak muda mampu secara independen meningkatkan partisipasi dalam advokasi penganggaran publik serta audit sosial pada proses pengadaan barang dan jasa.
Agus menambahkan, program yang dilaksanakan ini mampu bekerja terhadap beberapa output yang diharapkan yakni terbentuknya komite anak muda pemantau pengadaan barang dan jasa.
Kemudian, terselenggaranya forum konsultasi pengadaan barang dan jasa berbasis anak muda, tersusunnya policy paper tentang komite anak muda dan penguatan regulasi pengadaan barang dan jasa di daerah.
“Serta dapat menyusun laporan audit sosial tentang pelaksanaan pengadaan barang dan jasa lokal,” tutur Agus Sarwono.
Dalam kesempatan materinya, Sekjen JMSI Aceh Akhiruddin Mahjuddin menerangkan bahwa terdapat empat komponen keberhasilan daerah dalam pembangunan yakni Sekretaris Daerah (Sekda), Bappeda, Dinas Keuangan, dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
“Jika keempat itu baik, maka yakin lah semua program pembangunan akan baik,” kata Akhiruddin yang juga pendiri GeRAK Aceh itu.
Kata Akhiruddin, Bappeda harus memiliki kompetensi dalam menyusun program pembangunan hingga benar-benar baik. Karena jika perencanaan buruk, maka apapun yang diharapkan sulit tercapai.
“Karena, dari awal sudah dilakukan tidak baik, otomatis hasilnya juga tidak baik alias buruk,” ujarnya.
Akhiruddin menyampaikan, dalam proses pembangunan perlu adanya peran APIP untuk melakukan review atau pengkajian ulang dari awal perencanaan hingga penerapan di lapangan.
Sejauh ini, APBA merupakan darah bagi Pemerintah Aceh, dengan jumlah alokasi anggaran sedemikian banyak dapat menstimulus sektoril. Apalagi Aceh sangat tergantung pada APBA, karena itu penting diawasi.
“Proses perencanaan anggaran sangat perlu dan harus diawasi dan dipantau secara ketat. Karena korupsi itu terjadi dan dimulai pada saat perencanaan,” pungkas Akhiruddin.
Sumber : acehstandar.com