Gampong (Desa) Simpang Peut di Kabupaten Aceh Barat merupakan salah satu gampong yang didampingi Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh melalui program The Asia Foundation-Social Accountability and Public Participation-Civil Registration and Vital Statistics (TAF-SAPP-CRVS) yang didukung Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan (KOMPAK). Gampong ini berlokasi di Kecamatan Arongan Lambalek, sekitar 40 km dari ibukota Kabupaten Aceh Barat dengan kondisi jalan akses yang kurang memadai. Salah satu kegiatan GeRAK di Gampong ini adalah mendorong perbaikan layanan akta kelahiran demi memastikan seluruh warga – terutama kelompok marginal seperti warga miskin, perempuan, penyandang disabilitas dan anak-anak – mendapatkan berbagai jenis dokumen kependudukan.
Bagi warga Gampong Simpang Peut, jauhnya jarak dan sulitnya akses menuju pusat layanan di kabupaten membuat pengurusan dokumen kependudukan tidak mudah. Mereka yang umumnya petani miskin harus meninggalkan pekerjaan atau kegiatan rumah tangga lainnya untuk mendatangi tempat layanan. Biaya yang dikeluarkan juga tidak murah bagi warga miskin seperti mereka. Walaupun secara resmi kebanyakan dokumen kependudukan bisa diurus secara gratis, biaya perjalanan, pemenuhan persyaratan dan logistik lainya sangat memberatkan, apalagi dokumen-dokumen tersebut tidak dapat diurus dalam sekali perjalanan. Alhasil, warga hanya mengurus dokumen kependudukan jika sangat terpaksa dan terdesak oleh kebutuhan seperti pemenuhan persyaratan memasukkan anak ke sekolah, menikah, mencari pekerjaan atau mengakses layanan program-program pemerintah. Sebagian mereka lebih memilih meminta bantuan perantara karena tidak memahami prosedur yang harus ditempuh dan persyaratan yang mesti dipenuhi.
Di tingkat kabupaten, Pemerintah Aceh Barat sebenarnya sudah mendorong agar pemerintah gampong dapat menfasilitasi warganya dalam pengurusan dokumen kependudukan. Salah satunya melalui penerbitan Peraturan Bupati (Perbup) Aceh Barat nomor 88/2016 tentang Pedoman Penempatan Besaran Pengelolaan dan Penggunaan Dana Desa Bagi Gampong di Kabupaten Aceh Barat Tahun Anggaran 2017.
Salah satu ketentuan dalam perbup ini adalah agar pemerintah gampong dapat mengalokasikan dana desa untuk kegiatan pendataan penduduk dan pengurusan administrasi kependudukan. Alokasi tersebut dapat berupa bantuan biaya transportasi untuk pengurusan dokumen administrasi kependudukan warga sebesar maksimal Rp 75.000 untuk setiap pengurusan dokumen. Total anggaran yang boleh dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Gampong (APBG) juga diatur, yaitu maksimum Rp 10 juta pada tahun 2017. Sayangnya perbup ini tidak dilengkapi penjelasan atau aturan teknis lainnya yang mengatur tata cara pengelolaan dana transportasi yang dimaksud.
Di Gampong Simpang Peut, perbup ini sempat ditindaklanjuti pada bulan April 2017. Keuchik (kepala desa) mengeluarkan surat himbauan agar masyarakat segera mengurus dokumen kependudukan dan menjelaskan bahwa biaya transportasi akan dibebankan kepada dana desa. Keuchik juga mengalokasikan APBG 2017 sebesar Rp 10.500.000 (sedikit lebih besar dari ketentuan Perbub 88/2016) untuk menanggung biaya transportasi pengurusan dokumen yang diprogramkan sebanyak 140 dokumen pada tahun ini. Sayangnya kebijakan tersebut akhirnya harus ditunda karena kesimpangsiuran mengenai bagaimana dana transportasi tersebut akan dikucurkan. Keuchik tidak mengerti apakah dalam pelaksanaannya ia memberikan uang transportasi kepada warga yang mau mengurus dokumen atau meminta warga mengumpulkan dokumen ke salah satu petugas yang nantinya akan meneruskan pengurusan dokumen ke kabupaten kemudian memberikan dananya ke petugas tersebut.
Berangkat dari persoalan di atas, Kader Duek Pakat Gampung (KDPG), kelompok relawan gampong yang diorganisasikan GeRAK untuk mendorong partisipasi warga, mengusulkan agar pemerintah desa dapat menyusun aturan pelaksanaan kebijakan bantuan biaya transportasi pengurusan dokumen kependudukan tersebut. GeRAK memfasilitasi musyawarah gampong pada 15 Juli 2017 dengan melibatkan KDPG dan aparat pemerintah gampong untuk menentukan mekanisme terbaik dalam menjalankan kebijakan ini. Hasil musyawarah menetapkan bahwa keuchik harus menunjuk salah satu pegawai yang dikhususkan menjadi Petugas Registrasi Gampong (PRG). Musyawarah ini juga menyepakati bahwa anggaran Rp 75.000 untuk setiap dokumen tersebut juga termasuk biaya pendataan, membantu warga mengumpulkan persyaratan dan menjemput dan mengantarkan dokumen ke rumah warga yang berhak. Musyawarah juga meminta bahwa dana transportasi tersebut harus diprioritaskan untuk pengurusan akta kelahiran dan akta kematian bagi kelompok paling rentan yaitu warga miskin dan penyandang disabilitas.
Menindaklanjuti hasil musyawarah tersebut, keuchik menunjuk Rozi Farmiza (19 tahun) – salah seorang pemuda yang sejak menjadi anggota KDPG dikenal aktif dalam berbagai kegiatan gampong – sebagai PRG. Dalam bertugas, Rozi Farmiza didampingi oleh Kepala Urusan (Kaur) Pemerintahan Gampong Simpang Peut. Ketetapan ini dituangkan melalui Qanun Gampong Simpang Peut No. 08 Tahun 2017 tentang Petugas Registrasi Gampong yang ditandatangani pada 18 Agustus 2017.
Untuk memastikan bahwa tugas sebagai PRG dapat benar-benar menyasar kelompok rentan, Rozi Farmiza, dibantu KDPG bersama Kaur Pemerintahan melakukan pendataan dan pengumpulan dokumen warga, terutama dari keluarga miskin dan dan penyandang disabilitas. Pendataan dan pengumpulan dokumen tersebut dapat terselesaikan pada pertengahan Agustus 2017. Teridentifikasi 169 warga yang membutuhkan dokumen – 160 memerlukan akta kelahiran dan 9 lainnya membutuhkan akta kematian. Di antara yang membutuhkan dokumen kependudukan tersebut, 70 orang (44%) merupakan warga miskin atau penyandang disabilitas.
Dari data yang terkumpulkan, Rozi Farmiza kemudian melakukan verifikasi kelengkapan data dan menguruskan keseluruhan 169 permohonan ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil), walaupun alokasi dananya hanya 140 permohonan. Hingga akhir September 2017 keseluruhan permohonan akta kelahiran dan kematian tersebut masih dalam proses penerbitan oleh Disdukcapil.
Pemberlakuan kebijakan pemerintah Kabupaten Aceh Barat untuk membolehkan dana desa digunakan untuk pembiayaan transportasi pengurusan dokumen kependudukan sangat efektif memberi ruang inovasi bagi pemerintah desa. Gampong Peut menindaklanjutinya dengan mengalokasikan anggaran transportasi sekaligus menetapkan PRG untuk memfasilitasi pengurusan dokumen adminduk warganya. Model ini berhasil mendorong perbaikan akses bagi kelompok miskin dan difabel untuk mendapatkan layanan kependudukan. Tantangan berikutnya adalah membuat layanan ini dapat diperluas lagi cakupannya, karena sejauh ini bantuan masih terbatas pada pemberian akta kelahiran dan akta kematian.