Mendekatkan Akses layanan Adminduk di Tingkat Kampung Melalui Pembentukan Petugas Registrasi Kampung di Kabupaten Bener Meriah

Bagi 29 kampung di wilayah Kecamatan Bandar, Kabupaten Bener Meriah, pelayanan administrasi kependudukan (adminduk) yang dikelola Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) di pusat kota kabupaten menjadi salah satu kendala yang sangat mendasar. Warga yang mayoritas petani harus meluangkan waktu perjalanan selama 25-40 menit untuk mencapai kantor Disdukcapil yang mencapai 12-20 km dengan jalan berbukit dan sebagian besar kondisinya kurang baik. Sementara transportasi umum seperti mobil angkutan umum tidak banyak jumlahnya dan butuh waktu lama untuk menunggu, sehingga warga cenderung enggan mengurus dokumen adminduk. Kebanyakan warga akan mengurusnya jika sudah terpaksa dan itu pun lebih memilih menggunakan jasa perantara.

Berangkat dari persoalan tersebut, Pusat Kajian Pendidikan dan Masyarakat (PKPM) mitra The Asia Foundation dalam program Social Accountabilty and Public Participation – Civic Registration and Vital Statistics (SAPP-CRVS) atas dukungan Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan (KOMPAK) mendorong pembentukan Petugas Registrasi Kampung (PRK) di 6 desa dampingan PKPM di Kecamatan Bandar, yaitu Pondok Gajah, Pondok Baru, Jadi Sepakat, Mutiara, Paya Ringkel, dan Purwosari.

Aparatur dan tokoh masyarakat Kampung Jadi Sepakat sangat setuju dan mendukung ide untuk pembentukan petugas registrasi kampung seperti didiskusikan tanggal 13 September 2017.

PRK ini adalah petugas yang khusus ditunjuk oleh kepala kampung untuk bekerja bersama dengan aparat kampung (Kepala Urusan Administrasi) untuk melakukan pendataan atas warga yang memerlukan dokumen adminduk (terutama akta kelahiran dan akta kematian) dan membantu mereka menguruskannya ke instansi di tingkat kabupaten. Dengan demikian pengurusan dokumen bisa dilaksanakan secara kolektif oleh PRK dan warga tidak perlu lagi datang ke kantor Disdukcapil.

Pembentukan PRK di daerah dampingan PKPM diawali dari Lokakarya Tindak Lanjut Pelaksanaan Model Perluasan Cakupan Kepemilikan Akta Kelahiran dan Akta Kematian di Kecamatan Bandar pada tanggal 29 Agustus 2017. Pada bulan berikutnya, enam kampung dampingan sudah mengeluarkan surat keputusan (SK) reje (kepala desa) terkait dengan penunjukan PRK. Khusus untuk Kampung Pondok Gajah dan Pondok Baru, proses pembentukan PRG difasilitasi oleh Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh yang merupakan mitra The Asia Foundation yang mendampingi kedua kampung tersebut dalam program SAPP-CRVS (lihat SoC-07-TAF-GeRAK).

Pada praktiknya, pelembagaan PRK di masing-masing gampong berbeda-beda sesuai dengan ketersediaan sumberdaya. Di Kampung Purwosari, Mutiara, Jadi Sepakat, Paya Ringkel, PRK merupakan aparat kampung yang sudah ada. Tugas PRK dibebankan pada Kepala Urusan (Kaur) Tata Usaha/ Pemerintahan dengan menambahkan tugas kepada petugas di urusan tersebut. Pilihan ini diambil dengan pertimbangan menguatkan peran dan fungsi kaur yang selama ini kurang terberdayakan karena ketidakjelasan tugas dan fungsi mereka. Terkait dengan formasi petugas PRK, keempat kampung tersebut menetapkan PRK sebagai sebuah tim dengan jumlah anggota antara 4-6 orang. Sedangkan di Kampung Pondok Gajah dan Pondok Baru, di mana GeRAK mendampingi pembentukan Kader Murum Mupakat (KMM, forum kader kampung), PRK ditunjuk dari perwakilan KMM. Di dua kampung ini PRK menjadi bagian dari peran KMM dalam membantu kinerja pemerintah kampung.

Diskusi membahas dan sosialiasi tentang PS2H, termasuk mendiskusikan tentang pembentukan petugas registrasi Kampung di Pondok Baru, 8 September 2017

Aspek yang sangat penting dalam pembentukan tim PRK di keenam desa tersebut adalah kesadaran untuk memastikan keterwakilan gender di dalam komposisi tim. Di masing-masing Kampung Paya Ringkel dan Mutiara, petugas PRK terdiri dari 4 orang dengan 2 laki-laki dan 2 perempuan. Di Kampung Purwosari dan Jadi Sepakat, petugas PRK terdiri dari 6 orang dengan 3 perempuan di Purwosari dan 2 perempuan di Jadi Sepakat. Di Kampung Pondok Gajah dan Pondok Baru, masing-masing 7 orang ditunjuk menjadi PRK, dengan 2 perempuan.

Selain mendukung kesetaraan gender dalam tugas ini, ketersediaan petugas perempuan juga dapat meningkatkan efektifitas kinerja PRK dalam proses identifikasi dan pendataan pemilikan akta kelahiran serta sosialisasi di masyarakat. Dalam banyak kasus PRK banyak memanfaatkan berbagai kegiatan warga perempuan, seperti pertemuan pengajian dan arisan ibu-ibu, pertemuan pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK), dan pos pelayanan terpadu (posyandu).

Keberhasilan PKPM dalam mendorong mekanisme PRK di desa-desa dampingan memberi solusi atas hambatan warga untuk mengakses layanan adminduk. Setidaknya hingga saat ini warga telah didata oleh PRK sehingga dapat memverifikasi siapa saja yang belum memiliki identitas hukum. Khususnya PRK yang juga anggota KMM di Pondok Gajah dan Pondok Baru, mereka berhasil mengidentifikasi dan membantu pengurusan kepemilikan identitas akta kelahiran bagi 56 warga dua desa tersebut ke Disdukcapil (lihat SoC-07-TAF-GeRAK) dalam rangka program Gemar Kopi yang diluncurkan pada ulang tahun ke-66 Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Bener Meriah tanggal 22 Agustus 2017 (lihat SoC-01-TAF-PKPM).
Namun demikian, hingga saat ini pelaksanaan PRK masih terkendala belum teralokasikannya anggaran khusus untuk operasional PRK di keenam kampung tersebut. Pendanaan PRK masih mengutamakan bantuan suka rela dari warga. Di sisi lain kurangnya pemahaman terhadap pentingnya adminduk masih bisa dirasakan. Dalam kasus akta kematian misalnya, masyarakat beranggapan dokumen tersebut hanya diperlukan oleh pegawai negeri sipil (PNS) atau keluarganya untuk pengurusan pensiun. Atas tantangan di atas, advokasi penganggaran PRK dan peningkatan kesadaran masyarakat terkait administrasi kependudukan menjadi fokus utama proses pendampingan PKPM ke depan.