Kepgub Informasi Dikecualikan Cacat Formil, 122 Poin Harus Direvisi

BANDA ACEH – Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh mengungkapkan bahwa sebanyak 122 poin dalam Keputusan Gubernur nomor 065/802/2016 tentang informasi publik yang dikecualikan harus direvisi.

Kepala Divisi Kebijakan Publik dan Anggaran GeRAK Aceh, Fernan mengatakan Kepgub tersebut cacat formil dan juga banyak poin-poin di dalamnya terbuka sesuai dengan Undang-undang 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.

“Kami melihat Kepgub nomor 065/802/2016 cacat formil dan dapat dikatakan batal demi hukum karena tidak diteken langsung oleh Gubernur Aceh,” kata Fernan dalam diskusi terkait dengan perlunya dilakukan revisi terhadap Keputusan Gubernur (Kepgub) Aceh nomor 065/802/2016 tentang informasi publik yang dikecualikan di Provinsi Aceh, Kamis (8/3).

Diskusi tersebut menghadirkan Pakar Hukum Tata Negara Universitas Syiah Kuala, Zainal Abidin dan Kurniawan, Komisioner Komisi Informasi Aceh (KIA), Yusran, Pelaksana Harian Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Utama Aceh, Asriani dan Perwakilan Biro Hukum Pemerintah Aceh, T Iskandar.

Fernan menyebutkan adapun 122 konten informasi yang dikecualikan dalam Kepgub itu antara lain tentang kepegawaian terdapat (19) informasi, umum/kesekretariatan (7), teknologi informasi dan komunikasi perhubungan (11), sumber daya alam (33), sosial (9), politik dan hahkam (1), perencanaan daerah (3), pengawasan (2), pengadaan barang dan jasa (4), keuangan dan aset (10), kesehatan (7), kependudukan dan pencatatan sipil (2), hukum (2), haki, penelitian dan perizinan (2), arsip (2), agama (5) dan adat istiadat sebanyak (3) informasi di dalamnya.

“Dari 122 poin secara keseluruhan banyak yang perlu direvisi, mengingat ada informasi yang dibolehkan atau terbuka untuk publik,” ujarnya.

Baca: Keputusan Gubernur tentang Informasi Dikecualikan Dinilai Tak Berlaku

Putra asli Kota Sabang itu juga menjelaskan yang menjadi persoalan dalam Kepgub ini adalah, berdasarkan pandangan dari beberapa ahli hukum tata negara adalah karena surat keputusan itu diteken Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh dan juga menggunakan kop surat sekda, sementara isi di dalamnya keputusan gubernur.

“Surat keputusan gubernur itu harus diteken gubernur dengan kop surat gubernur, bukan sekda, itu namanya keputusan sekda,” ungkapnya.

Dengan masalah tersebut, kata Fernan, berdasarkan pandangan pakar hukum disampaikan bahwa Kepgub itu jelas masih terdapat kesalahan atau batal demi hukum, mengingat tidak boleh sebuah Kebgub diteken oleh sekda dan menggunakan kop sekda.

“Maka dari itu saya katakan Kepgub ini batal demi hukum, dan tidak bisa dijadikan sebuah keputusan gubernur karena diteken sekda,” tegasnya.

Ia berharap kedepan harus ada keberlanjutan komitmen multi pihak sebagai aktor kunci dalam upaya revisi keputusan gubernur ini. Mesti adanya sharing informasi dan inventarisir yurisprudensi hasil keputusan sengketa informasi, baik di komisi informasi daerah atau pusat, hingga sampai ke putusan Mahkamah Agung, serta mendapatkan gambaran terkini terhadap strategi dalam upaya efektifitas revisi Kepgub tersebut.

“Harapan kami Kepgub segera direvisi, sehingga kedepan dapat berjalan sesuai dengan koridor sebagaimana mestinya. Semakin pemerintah terbuka, semakin tinggi pula kepercayaan publik,” kata ayah dua anak itu.

Sumber : AJNN