GeRAK Aceh Desak Presiden Ungkap Kasus Penyiraman Novel

JawaPos.com – Presiden Joko Widodo terus didesak untuk membentuk Tim Pencari Fakta (TPF). Desakan itu dilakukan agar kasus penyiraman air keras kepada penyidik senior KPK Novel Baswedan segera terungkap.

Pasalnya, setahun sudah kasus itu terjadi, namun siapa pelaku penyiraman terhadap Novel masih belum terungkap. Kali ini desakan itu datang dari Provinsi Aceh yang berada di ujung Pulau Sumatera. Desakan itu dilontarkan oleh Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh.

“Untuk itu, Presiden Jokowi harus segera mendorong pembentukan tim pencari fakta. Karena ini merupakan bagian dari keputusan tepat untuk menunjukkan komitmen kuat presiden dalam memberantas korupsi di Indonesia,” kata Koordinator GeRAK Aceh Askhalani kepada JawaPos.com, Kamis (12/4).

Askhalani mengatakan, selain membentuk TPF, kepolisian juga didesak dan diminta untuk serius menangani perkara ini. Tidak menjadikan kasus Novel Baswedan sebagai kasus percobaan atau kepura-puraaan dalam mengusut dan menyelesaikan perkara penyiraman air keras tersebut.

“Jika merujuk pada proses penyelidikan yang dilakukan polisi, perkara ini sepertinya memang bukan menjadi prioritas penanganan dan itu menunjukkan bahwa ada sesuatu di belakang perkara penyiraman terhadap Novel,” ujarnya.

Menurut dia, seharusnya perkara seperti ini harus mendapat perhatian penuh dari Presiden Jokowi. Kepolisian juga harus menjadikannya prioritas utama. Namun kondisinya berbanding terbalik, seperti ada unsur kesengajaan untuk tidak menyelesaikan percepatan penanganan perkara Novel.

“Kasus novel adalah sederetan kasus yang terlalu sulit diselesaikan oleh polisi. Karenanya jangan sampai tidak selesai bertahun-tahun, sebab publik tahu persis bagaimana polisi bekerja, mana yang proporsional dan mana yang hanya ke pura-puraan,” tegasnya.

Ia menilai, kasus Novel adalah salah satu contoh dan cara untuk membelenggu gerakan anti korupsi di Indonesia. Oleh sebab itu, jika Polisi tetap tidak berbenah untuk menyelesaikan dan menuntasan kasus ini maka dapat disimpulkan Polisi diduga punya peran untuk membelenggu gerakan anti korupsi di Indonesia.

“Sejauh ini Polisi tidak memiliki komitmen kuat untuk menyelesaikan perkara Novel. Buktinya dari daftar terduga yang diidentifikasikan terlibat, masa tidak ada satu pun yang berhasil ditangkap. Lihat saja dalam perkara-perkara lain polisi mampu mengungkapkan kasus pelik seperti narkoba, terorisme dan lainnya,” terang dia.

Tapi, sambung Askhalani, yang menjadi pernyataannya kenapa dalam kasus Novel tidak cepat diungkap dan terkesan diperlama. Patut diduga ada sesuatu yang melatarbelakangi kasus ini dan aspek kepentingan politik yang sangat kuat di dalamnya.

“Kalau Polisi tidak mampu mengungkapkan kasus, maka sampaikan terbuka biar tim independen yang bekerja. Sebab gerakan anti korupsi Indonesia siap membantu siapa pun yang beretikat baik dalam mengungkapkan kasus perkara Novel Baswedan,” imbuhnya.

Ia mengungkapkan, jika perkara Novel tidak tuntas, maka akan berdampak kepada kepercayaan publik pada Polisi dalam memberantas korupsi secara bersama-sama akan meredup. Kinerja Polisi yang lemah membuat publik akan melihat acuh terhadap kinerja pihak Kepolisian di Indonesia.

Sebelumnya, Kuasa Hukum Novel Baswedan, Haris Azhar juga telah meminta agar Jokowi memberikan perhatian lebih kepada pengungkapan kasus penyerangan Novel Baswedan.

Menurut Haris, Presiden Jokowi harus segera membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) untuk menangani kasus Novel Baswedan. Sehingga, penanganan kasus ini tak hanya menunggu respons Kepolisan. Dengan begitu kasus yang sudah setahun ini bisa terungkap.

(mal/JPC)

Sumber : JawaPos