BANDA ACEH | AcehNews.Net – Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh melaksanakan revisi workshop terkait revisi Keputusan Gubernur (Kepgub) Aceh nomor 065/802/2016 tentang informasi publik yang dikecualikan untuk diakses di lingkungan Pemerintah Aceh, Senin (9/4/2018) di Hotel Kriyad Muraya, Banda Aceh.
Kegiatan revisi Kepgub ini diisi oleh perwakilan Freedom of Information Network Indonesia (FoINI), Desiana Samosir dan Pelayanan Informasi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) utama Aceh, Asriani.
Ketua Pelaksana, Rahayu Fujianti mengatakan, kegiatan ini dilaksanakan guna menghimpun masukan bersama dari multi pihak sebagai aktor kunci dalam upaya perbaikan pengelolaan informasi publik dilingkungan Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) terhadap revisi Kepgub tersebut. Sehingga dapat mendorong perbaikan transparansi badan publik dalam pengelolaan sumber daya alam di Aceh.
Rahayu menyebutkan, adapun 122 konten informasi yang dikecualikan dalam Kepgub itu antara lain tentang kepegawaian terdapat (19) informasi, umum/kesekretariatan (7), teknologi informasi dan komunikasi perhubungan (11), sumber daya alam (33), sosial (9), politik dan hahkam (1), perencanaan daerah (3), pengawasan (2), pengadaan barang dan jasa (4), keuangan dan aset (10), kesehatan (7), kependudukan dan pencatatan sipil (2), hukum (2), haki, penelitian dan perizinan (2), arsip (2), agama (5) dan adat istiadat sebanyak (3) informasi di dalamnya.
Kata dia, GeRAK berharap, dari diskusi ini akan lahir rekomendasi terhadap revisi Kepgub Aceh tentang informasi publik yang dikecualikan untuk di Lingkungan Pemerintah Aceh ini.
“Adanya matrik review daftar informasi publik yang dikecualikan serta strategi dalam mengawal keterbukaan informasi,” kata Rahayu Fujianti disela-sela workshop.
Sementara itu, Desiana Samosir menyampaikan, jika melihat Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, sangat sedikit informasi dari badan publik itu yang dikecualikan atau tertutup, dan lebih banyak terbuka.
Bahkan, kata dia, dalam sebuah dokumen yang dikecualikan saja terkadang hanya beberapa paragraf tertutup. Selebihnya itu terbuka. “Sangat sedikit informasi yang dikecualikan atau tertutup dari pada terbuka,” kata Desiana Samosir dalam materinya.
Desiana juga menuturkan, seharusnya dengan adanya UU keterbukaan informasi publik, data badan publik yang terbuka sudah bisa langsung disajikan dalam bentuk file tanpa harus diminta masyarakat secara hard copy.
“Informasi harus disajikan dengan kesadaran penuh oleh pemerintah, SKPA sudah harus terbuka bukan lagi konsep, dan dilaksanakan,” ujarnya.
Namun, Desiana menilai, setelah keluarnya Kepgub Aceh 065/802/2016 tentang informasi publik yang dikecualikan itu, Aceh mengalami pase kemunduran dari sisi keterbukaan informasi. “Pasca Kepgub ini, Aceh mengalami kemunduran,” tuturnya.
Dirinya juga mengingatkan bahwa kewajiban pemerintah selaku badan publik harus melayani setiap permintaan informasi dari masyarakat kalangan apapun itu.
Dalam kesempatan ini, Pelaksana PPID Utama Aceh, Asriani menyampaikan bahwa saat ini Pemerintah Aceh juga sedang merancang pengusulan qanun tentang informasi publik, sehingga kedepan proses keterbukaan informasi bisa berjalan secara baik di Aceh dan sesuai dengan ketentuan.
“Pemerintah Aceh saat ini juga sedang mempersiapkan rancangan qanun terkait informasi publik,” demikian ucap Ariani. (hafiz/ril)