
BANDA ACEH – Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh menyebut kasus dugaan tindak pidana korupsi penguasaan lahan milik negara selama puluhan tahun oleh PT Desa Jaya di Kabupaten Aceh Tamiang adalah korupsi yang luar biasa.
“Korupsi ini adalah korupsi yang luar biasa karena dilakukan dengan memanfaatkan kewenangan,” kata Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani kepada AJNN, Sabtu, 25 Februari 2023.
Menurut Askhalani, ada sejumlah oknum dalam kasus tersebut yang melakukan korupsi secara terencana dilakukan dengan memanfaatkan jabatan dan kewenangan yang melekat
“Tujuannya untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain secara bersama-sama,” katanya.
Oleh karena itu, Askhalani mendesak aparat penegak hukum (APH), khususnya Kejati Aceh agar mengusut tuntas dugaan korupsi tersebut dan tidak terhenti di tahap penyidikan.
“Kasus besar dengan potensi korupsi tinggi harus mendapatkan atensi khusus dan tidak boleh hanya sekedar cek ombak atau tidak berlanjut sampai tuntas,” imbuh Askhalani.
“Potensi kerugian keuangan negara sangat besar dalam kasus ini. Karena lahan negara yang dikuasai untuk diambil hasil selama puluhan tahun jumlahnya lebih diatas 2.000 hektare. Bayangkan saja berapa hasil kelapa sawit yang diambil dalam satu tahun,” tambahnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, pengurus PT Desa Jaya diduga telah melakukan tindak pidana korupsi penguasaan lahan milik negara selama puluhan tahun, sejak tahun 1988, di Kabupaten Aceh Tamiang.
Informasi diperoleh AJNN, Jum’at, 24 Februari 2023, ada tiga dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pengurus PT Desa Jaya dan saat ini sedang dilakukan penyidikan oleh penyidik Kejati Aceh.
Tiga permasalahan tersebut yakni, dugaan tindak pidana korupsi penguasaan lahan eks hak guna usaha (HGU) PT Desa Jaya Perkebunan Alur Jambu, penguasaan lahan eks HGU PT Desa Jaya Perkebunan Alur Meranti dan penerbitan sejumlah sertifikat hak milik atas tanah negara oleh pengurus PT Desa Jaya.
Kasus dugaan korupsi penguasaan lahan negara tersebut terjadi bermula pada 9 November 1961 PT Desa Jaya melalui surat keputusan Menteri Agraria Nomor SK 791/Ka diberikan hak guna usaha (HGU) seluas ± 885,62 hektare yang terletak di Desa Sungai Liput, Kecamatan Kejuruan Muda, Kabupaten Aceh Timur (sekarang Aceh Tamiang-red) Provinsi Aceh.
Dan berdasarkan Sertipikat Hak Guna Usaha tanggal 12 September 1970 Nomor 25/Alur Meranti (dahulu Nomor 1/Alur Meranti), tercatat atas nama C.V. Djaja/PT. Djaja (sekarang PT. Desa Jaya), dengan lamanya hak berlaku 25 Tahun yang berakhir pada tanggal 23 Agustus 1988.
Seharusnya sejak berakhirnya Hak Guna Usaha pada tahun 1988, PT. Desa Jaya tidak memiliki alas hak dan izin usaha perkebunan dalam pengelolaan dan pemanfaatan lahan perkebunan sawit pada wilayah Alur Meranti sampai dengan terbitnya pembaharuan Hak Guna Usaha baru pada Tahun 2010 dan Izin Usaha Perkebunan baru pada Tahun 2015.
PT Desa Jaya diduga tetap menguasai lahan negara dan mengambil hasil dari lahan tersebut, meski HGU-nya telah berakhir di tahun 1988. Akibatnya telah kerugian keuangan negara atau perkenomian negara selama 22 tahun sejak 1988 hingga 2010.
Selain di perkebunan Alur Meranti, PT Desa Jaya juga mendapatkan Hak Guna Usaha di Desa Alur Jambu sebagaimana HGU Nomor 24 D/H No 1 yang dikeluarkan pada tanggal 12 September 1970 (didaftarkan tanggal 24 Agustus 1963) dengan waktu selama 25 tahun berakhir pada tanggal 22 Agustus 1988 (dihitung sejak didaftarkan) seluas 1.658 hektare.
Setelah HGU di Alur Jambu juga berakhir pada tahun 1988, PT Desa Jaya juga tetap menguasai lahan bekas HGU tersebut hingga terbit Izin Usaha Perkebunan (IUP) baru tahun 2014.
Akibatnya, kuat dugaan PT Desa Jaya telah merugikan keuangan negara dan perkenomian negara selama selama 26 tahun sejak berakhir HGU 1988 hingga ada IUP baru pada tahun 2014. Karena PT Desa Jaya tetap mengambil hasil dari lahan negara di eks HGU Alur Jambu.
Salinan ini telah tayang di https://www.ajnn.net/news/gerak-sebut-penguasaan-lahan-negara-oleh-pt-desa-jaya-korupsi-yang-luar-biasa/index.html?page=4.