Kebijakan memperpanjang moratorium izin usaha pertambangan mineral logam dan batubara yang dikeluarkan gubernur Aceh dinilai belum berjalan semestinya
KBA.ONE, Banda Aceh – Gubernur Aceh Irwandi Yusuf diminta mengkaji ulang kebijakan memperpanjang moratorium izin usaha pertambangan mineral logam dan batubara. Kebijakan yang dikeluarkan melalui Instruksi Gubernur (Ingub) Aceh bernomor 05/INSTR/2017 itu, dinilai belum berjalan semestinya.
“Ingub Aceh tentang moratorium yang diperpanjang ini belum berjalan baik, jadi perlu dievaluasi serta dibenahi tata pelaksanaannya,” kata Kepala Divisi Advokasi Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Hayatudin Tanjun, Kamis 26 April 2018.
Menurut Hayatuddin, sejak berlaku empat bulan lalu, perpanjangan instruksi gubernur tersebut belum membawa perubahan signifikan bagi kerja-kerja yang dilakukan Dinas Energi dan Sumber Daya Alam Aceh. Kajian kata Hayatuddin untuk mengetahui target yang telah dicapai dengan terbitnya instruksi gubernur tertanggal 15 Desemebr 2017 itu.
“Sebelum habis masa moratorium, review masih bisa dilakukan terhadap instruksi. Kita hanya ingin penjelasan apa yang sudah dilakukan Pemerintah Aceh dengan instruksi gubernur ini serta capaiannya,” kata Hayatuddin.
Hayatuddin mengatakan saat ini terdapat 108 Izin Usaha Petambangan (IUP) yang massa berlakunya sudah berakhir dan mati. Namun sayang kata Hayatuddin, belum adanya tindakan apapun dari Dinas ESDM Aceh. Dengan berlakunya Ingub seharusnya sejumlah permasalahan tambang dapat diselesaikan.
“Sangat kita sayangkan pemerintah terkesan berjalan ditempat. Saat ini ada 138 IUP di Aceh tapi hanya 30 perusahaan yang statusnya Clear and Clean (CnC) sedang selebihnya atau 108 perusahaan, izinnya mati. Tapi tidak ada tindaklanjut juga terkait matinnya izin ini karena Surat Keputusan (SK) pencabutan belum dikeluarkan,” kata Hayatuddin.
Hayatuddin menambahkan, dari total 30 perusahaan yang berstatus CnC itu, tidak semuanya bisa dikatakan sudah baik, karena diantara perusahaan tersebut ada yang belum membayar kewajibannya kepada pemerintah. Pemerintah lanjut Hayatuddin, juga perlu membentuk tim khusus mengevaluasi IUP bermasalah maupun yang masih aktif, karena banyak perusahaan yang tidak memenuhi kewajibannya.
“Gubernur juga harus membentuk tim memonitoring pelaksanaannya sehingga intruksinya berjalan sesuai dengan harapkan demi terwujudnya Aceh Green. Ini penting mengingat banyaknya dampak terhadap lingkungan maupun kerugian akibat tunggakan perusahaan. Ketika perusahaan memberikan manfaat terhadap daerah maka perlu didukung, maka dalam waktu yang tersisa ini dievaluasi terlebih dahulu” ujarnya.
Sesuai Undang-undang 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah kata Hayatuddin disebutkan bahwa perizinan pertambangan minerba berada di provinsi. “Untuk itu gubernur bisa mengevaluasi pertambangan bermasalah.
Sumber : KBA.ONE