ACEH BARAT – Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat, Edy Syahputra mengatakan bahwa pihaknya mendukung upaya penertiban terhadap para pelaku penambangan Galian C secara illegal di Kabupaten Aceh Jaya.
GeRAK menilai upaya tersebut sebagai bagian dari operasi penegakan hukum pada sektor pertambangani illegal di Kabupaten Aceh Jaya.
Terkait ditemukan satu unit alat berat di lokasi galian C ilegal di Gampong Lhok Buya dan pernyataan Kasatpol-PP dan WH Aceh Jaya, Supriadi pada Rabu (23/6/2021) yang menyebutkan bahwa saat penyegelan dilakukan karena galian C tersebut tidak memiliki izin resmi dan akan memberikan tindakan tegas pelaku.
Maka GeRAK Aceh Barat menurut Edy berpendapat bahwa apa yang disampaikan oleh Supriadi patut didukung dan itu harus dibuktikan,
“Caranya para pelaku penambang galian C illegal tersebut sesegera mungkin di periksa oleh pihak penegak hukum, toh sebagaimana diketahui, dan dari data dokumentasi yang kami dapatkan, operasi penertiban ini juga melibatkan polisi,” ujar Edy.
Baca: Tim Gabungan Segel Dua Lokasi Galian C di Aceh Jaya
Namun yang menjadi tanda tanya kata Edy, bagaimana mungkin lokasi penambangan galian C illegal tersebut dapat berjalan dengan sukses dan telah berlangsung lama tanpa adanya laporan dan diketahui secara sadar oleh para penegak aturan dan hukum.
Apa lagi kata Edy, pernyataan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Aceh Jaya, Rosniar menyebutkan bahwa penambangan galian C ilegal tersebut diduga sudah beroperasi sejak lama tanpa izin.
“Atas dasar itu, kami menunggu keseriusan aparat penegak hukum untuk segera melakukan proses penangkapan terhadap para pelaku,” ujar Edy.
Selain itu menurut Edy, patut diingat bahwa perbuatan penambangan tanpa izin pada hakikatnya telah memenuhi unsur yang dapat diancam dengan hukum pidana, apalagi kejadian operasi penertiban hari ini telah turut diamankan berbagai alat bukti.
Edy juga menyebutkan bahwa ada berbagai aturan yang telah dilanggar, atas hal ini pihak yang punya kewenangan untuk menegakkan hukum tidak boleh berdiam diri dan hanya memberikan teguran saja.
Edy menjelaskan kalau ada berbagai aturan yang jelas telah dilabrak, seperti soal ketentuan UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan Hidup, kemudian UU 4/2009, dimana setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
“Tentunya proses penertiban dan penegakan hukum ini patut didukung oleh semua pihak guna mencegah timbulnya efek kebencanaan terhadap masyarakat yang tinggal di area yang menurut hemat kami sudah menimbulkan kerusakan yang parah,” kata Edy.
“Apalagi salah satu lokasi adalah penyangga bibir pantai dan dampak yang akan dialami bukan tidak mungkin seperti abrasi yang kemudian mengakibatkan kerusakan lingkungan yang massif terjadi dan justru menimbulkan dampak kerugian material atas bencana tersebut,” ujar Edy menambahkan.
GeRAK Aceh Barat menurut Edy dalam konteks penindakan hukum tentunya mendukung upaya penuh dapat dilakukan secara tuntas dan tanpa pandang bulu.
Pihaknya menurut Edy, meminta aparat penegak hukum (Kepolisian) untuk mengambil tindakan hukum tidak hanya pekerja tambang, namun juga kepada pihak pemilik modal atau toke dan mereka yang memberikan aliran minyak secara illegal untuk alat berat excavator beko yang diperkejakan untuk mengeruk tanah atau material tambang.
“Menurut hemat kami, siklus ini harus dibongkar dan diungkapkan secara terbuka ke publik untuk diketahui siapa dibalik para pemodal, backing dan mereka yang menikmati aliran upeti atau setoran dari aktifitas penambangan galian C ilegal tersebut,” tegasnya.
Edy Syahputra juga mengatakan bahwa semua pihak tentu tidak mengharapkan yang bekerja secara ilegal dapat terhindarkan dari ancaman pidana.
Secara hukum, kata Edy, berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pelakunya penambangan galian C ilegal bisa terjerat hukum.
Dalam aturan tersebut pada pasal 109, disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama tiga tahun. Selain ancaman penjara. Ada denda paling sedikit Rp 1 miliar dan paling banyak Rp 3 miliar.
“Selain itu, kami juga mempertanyakan fungsi pengawasan yang melekat pada dinas atau badan yang membidani kewenangan tambang tersebut, menurut hemat kami, kegiatan penambangan galian C seharusnya dapat diminimalkan dengan melakukan pemantauan secara aktif,” ujarnya.
Sebagai informasi kata Edy, jumlah IUP mineral non logam dan batuan atau galian C di Provinsi Aceh hingga 2019 mencapai sebanyak 450 izin. Dari total izin tersebut sebanyak 81 IUP eksplorasi, 344 operasi produksi, dan 25 izin operasi produksi khusus pengolahan (IUPK) yang tersebar hampir di 23 kabupaten/kota se Aceh.
“Kami ingatkan sekali lagi, akibat fungsi pengawasan dan penegakan tidak berjalan, maka dampak lainnya adalah kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari exploitasi tambang galian C di Aceh Jaya yang tidak berizin dan menurut kami sangat massif berlansung dan tentu saja merugikan daerah,” ujarnya.
Terakhir Edy Syahputra menyampaikan bahwa dirinya menduga adanya kebocoran anggaran dalam hal ini, untuk itu GeRAK Aceh Barat meminta agar pihak terkait untuk melakukan pengusutan,
“Kami meminta agar DPRK Aceh Jaya untuk segera menurunkan tim pansus dan bila diperlukan mengundang pihak Polda Aceh untuk mengusut kebocoran anggaran ini dan mengungkap siapa dalang utama pemain galian C yang tidak mempunyai izin tersebut,” pungkas Edy.
Dalam berita sebelumnya, sebanyak dua lokasi Galian C yang berada di Desa Lhok Buya dan Desa Lhok Timon, Kecamatan Setia Bakti, Kabupaten Aceh Jaya disegel oleh Tim Gabungan Rabu (23/6/2021).
Petugas juga menyegel satu unit alat berat (Beko) di lokasi Galian C desa Lhok Buya. Kedua lokasi tersebut disegel oleh Tim Gabungan yang terdiri dari personil TNI, Polri, Satpol PP yang turut ikut serta Kepala Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMP2TSP), Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kabag Ops Polres Aceh Jaya serta Camat Setia Bakti.
Kepala Dinas PMPTSP Aceh Jaya, Rosniar mengatakan bahwa, Penertiban, Pengawasan dan Penindakan tersebut dilakukan oleh Tim Gabungan karena kedua lokasi Galian C itu belum memiliki izin.
“Kedua lokasi yang ada di Desa Lhok Buya dan Desa Lhok Timon, Kecamatan Setia Bakti itu belum memiliki izin,” kata Rosniar kepada AJNN.
Salinan ini telah tayang di https://www.ajnn.net/news/gerak-aceh-barat-pengawasan-penambangan-galian-c-di-aceh-jaya-lemah/index.html.