Donokrasi Dana Kampanye di Aceh Harus Terbebas dari TPPU

Banda Aceh – Mahalnya biaya politik di Indonesia tak pelak membuat para calon anggota legislatif maupun eksekutif yang akan bertarung dalam kancah Pemilihan Umum (Pemilu) harus menyiapkan dana yang tidak sedikit.

Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 8/2023 sudah ditetapkan mengenai mekanisme sumbangan dana kampanye untuk Pemilu 2024.

Para peserta Pemilu yang berkompetisi dibolehkan menghimpun sumbangan dana kampanye dari perseorangan, kelompok, maupun dari perusahaan dan badan usaha swasta.

Di aturan tersebut diatur mengenai batasan-batasan sumbangan dan batasan penggunaan dana kampanye. Misalnya untuk Capres dan calon DPR, maksimal sumbangan dan penggunaan dana kampanye dari perseorangan adalah Rp 2,5 milyar, sementara dari perusahaan dan badan usaha swasta maksimalnya adalah Rp 25 milyar.

Sedangkan untuk calon DPD, maksimal sumbangan dan penggunaan dana kampanye dari perseorangan adalah Rp 750 juta, sementara dari perusahaan atau badan usaha swasta adalah Rp 1,5 milyar.

Namun, kerentanan akan tindak pidana pencucian uang (TPPU) melalui sumbangan dana kampanye akhir-akhir ini kembali menguat.

Bos pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana mengatakan, terjadi kenaikan pelaporan transaksi keuangan mencurigakan terkait Pemilu 2024 lebih dari 100 persen sepanjang semester II 2023.

PPATK menemukan beberapa kegiatan kampanye Pemilu 2024 tanpa adanya pergerakan transaksi dalam rekening khusus dana kampanye (RKDK), sehingga PPATK mencurigai adanya ketidaksesuaian yang terjadi yang mengarah pada kecurigaan penggunaan aliran dana kampanye dari sumber ilegal.

Diantara sumber dana kampanye yang diduga TPPU itu berasal dari pertambangan ilegal dengan nilai transaksi yang mencapai triliunan rupiah. PPATK sendiri tidak menyebut partai politik mana yang terlibat dan menegaskan akan terus mengawasi transaksi yang berkaitan dengan dana kampanye Pemilu 2024.

“Prinsipnya kita ingin kontestasi melalui adu visi dan misi. Bukan mengadu kekuatan ilegal, apalagi yang bersumber dari dana ilegal,” kata Ivan dalam acara diseminasi: securing hasil tindak pidana lintas batas negara di Jakarta, Kamis (14/12/2023).

Jangan Main-main dengan Bara Api

Penyelenggara Pemilu di Aceh menyatakan komitmennya untuk mengawasi, menelusuri dan menindak potensi-potensi TPPU terkait dengan sumber ilegal untuk sumbangan dana kampanye.

Panwaslih Aceh misalnya menegaskan tidak akan ragu-ragu untuk menindak partai-partai politik yang berani bermain-main dengan bara api sumbangan dana kampanye.

“Jika ada temuan sumbangan dan penggunaan dana kampanye yang melebihi batas wajar dari norma-norma aturan yang diatur, kami (Panwaslih Aceh) dengan tegas akan menanganinya,” kata Ketua Panwaslih Aceh, Agus Syahputra, Banda Aceh, Rabu (27/12/2023).

Agus mengimbau para politisi yang ikut bertarung dalam kontestasi Pemilu 2024 untuk benar-benar taat pada aturan. Para politisi juga dihimbau agar menggunakan segala transaksi kegiatan kampanye Pemilu dengan menggunakan rekening khusus RKDK yang telah didaftarkan ke KIP.

“Ini penting untuk kita tahu dari mana sirkulasinya uangnya (sumbangan dana kampanye). Persoalan selama ini kan terjadi karena kegiatan kampanye yang dilakukan menggunakan rekening perseorangan atau rekening lain yang tidak didaftar. Karenanya kita menghimbau supaya para calon ini benar-benar mematuhi mekanisme dari aturan PKPU,” kata Agus lagi.

Di kesempatan yang sama, Agus menyampaikan bahwa pihaknya juga akan menggandeng PPATK untuk menelusuri semua transaksi keuangan sumbangan dana kampanye dan kegiatan kampanye para politisi yang bertarung di Aceh.

Menurutnya, keterlibatan PPATK dalam mengawasi transaksi sumbangan dan kegiatan dana kampanye akan mencegah terjadinya tindakan-tindakan yang mengarah pada perbuatan ilegal yang bisa merusak tatanan demokrasi di Aceh.

Kolaborasi Cukong Patut Diwaspadai

Para politisi yang bertarung dalam kancah Pemilu 2024 membutuhkan dukungan dana agar bisa dipilih, sementara para cukong atau pengusaha yang sudah kehabisan akal biasanya mencium peluang bisnis besar dari APBN/APBD.

Para pengusaha menaruh investasi dengan mendanai para calon kontestan Pemilu 2024, imbalan yang diperoleh ketika kandidatnya terpilih, mereka bisa menangguk keuntungan berupa proyek-proyek APBD di pemerintahan. Kolaborasi antara para kontestan Pemilu dengan pengusaha bukanlah barang baru di Indonesia.

Di Indonesia sendiri, kolaborasi tersebut diistilahkan dengan bohir. Dalam bahasa Indonesia, khususnya percakapan politik sehari-hari, istilah bohir merujuk pada pemberi modal politik.

Umumnya, istilah ini digunakan secara negatif. Bohir adalah rentenir politik yang meminjamkan uang ke calon-calon yang akan berlaga dalam Pemilu.

Koordinator Badan Pekerja Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian menyatakan, pada dasarnya kolaborasi antara kandidat calon Pemilu dengan para pengusaha secara ideal sebenarnya boleh-boleh saja dilakukan.

“Namun dinamika yang terjadi kan berpotensi pada terjadinya konflik kepentingan. Kolaborasi ini patut diwaspadai agar tidak terjadinya pemufakatan jahat yang bisa mengarah pada tindakan-tindakan pidana korupsi,” kata Alfian, Banda Aceh, Rabu (27/12/2023).

Karenanya, Alfian berharap agar penyelenggara Pemilu di Aceh benar-benar mendalami semua sumber-sumber dana kampanye yang diperoleh para kontestan Pemilu.

Ia juga sangat berharap agar sumbangan dana kampanye dari pengusaha tidak mengakibatkan efek domino yang bisa menjerat para politisi jatuh ke dalam jurang korupsi.

“Penyelenggara Pemilu perlu melakukan semacam profiling atau pemetaan terhadap aliran sumber dana kampanye, siapa yang menyumbang dan dari mana sumbernya itu harus jelas. Supaya tidak menimbulkan kecurigaan. Ini saya pikir adalah modal penting yang harus dilakukan Panwaslih untuk lebih efektif dalam melakukan pengawasan,” kata Alfian.

Membebaskan Dana Kampanye dari Money Laundering

Koordinator Badan Pekerja Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani mengatakan, penyelenggara Pemilu, dalam hal ini KIP dan Panwaslih, harus seratus persen bisa menjamin sirkulasi sumbangan dana kampanye yang diperoleh para kontestan Pemilu benar-benar terbebas dari tindak pidana pencucian uang.

Askhalani mengaku khawatir jika momentum Pemilu 2024 dimanfaatkan oleh sekelompok kriminal yang bekerja dalam bayang-bayang hanya untuk “menghalalkan” uang dari hasil perbuatan jahat.

“Aceh adalah daerah dengan tingkat peredaran narkoba paling tinggi, apakah kemudian kita bisa menjamin bahwa sumber dana kampanye yang disumbangkan kepada para politisi ini benar-benar tidak ada relevansinya dengan gembong narkoba. Ini harus benar-benar bisa dijamin oleh penyelenggara Pemilu,” kata Askhalani, Banda Aceh, Rabu (27/12/2023).

Lebih dari itu, Askhalani menegaskan, perihal pengawasan aliran sirkulasi dana kampanye yang diperoleh para kontestan Pemilu 2024 juga tidak bisa jika hanya dibebankan sepenuhnya kepada para penyelenggara Pemilu di Aceh.

Menurutnya, perlu keterlibatan juga dari badan-badan pengawas lainnya seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan PPATK, sehingga sumbangan-sumbangan dana kampanye yang diperoleh dari para pihak bisa terdeteksi dan anulir jika uang tersebut bersumber dari hasil perbuatan yang dilarang dalam aturan undang-undang negara.

“Saya rasa pihak lain seperti OJK dan PPATK punya kewajiban dalam menelusuri transaksi sumbangan dana kampanye secara menyeluruh dan mendetail. Kalau pemantauan pengawasan hanya dibebankan pada KIP dan Panwaslih, saya merasa penelusuran ini hanya akan buntu, karena mereka (KIP dan Panwaslih) hanya berwenang menelusuri aliran dana dalam skup kecil yang terbatas pada rekening khusus yang diatur dalam PKPU saja,” kata Askhalani.

Sementara dinamika yang terjadi di lapangan, kata Askhalani, para kontestan Pemilu cenderung memiliki beberapa tabungan rekening lainnya.

Menurutnya, rekening yang tidak didaftarkan ke KIP juga harus ikut diselidiki, karena bisa jadi pencucian uang dilakukan melalui rekening yang satunya itu.

“Misalnya dibuka dua rekening, yang didaftarkan ke KIP kan cuman satu. Katakanlah misalnya rekening yang satunya lagi digunakan sebagai penampungan awal sebelum ditransfer ke RKDK. Nah, rekening yang satu ini harus diselidiki juga bagaimana sirkulasinya. Jangan hanya diselidiki yang RKDK saja, bisa jadi praktik pencucian uang terjadi di rekening yang satunya, siapa tahu kan,” ungkap Askhalani. (Akhyar)

SUMBER : https://pustakasaku.wordpress.com/